Stylo.ID - Negeri yang terkenal akan maskot hewan Panda, China, seolah tak lelah menyikut negara-negara di dunia.
Kali ini, negeri yang dipimpin oleh Xi Jinping melibatkan spionasi siber atau spionase online.
Namun tidak seperti biasanya, bukan AS atau musuh-musuh Tiongkok yang jadi sasaran.
Justru, negara kecil yang dipimpin oleh Paus Fransiskus Benediktus ini yang jadi sasaran.
Benar, Vatikan menjadi negara yang harus mendapat kerugian setelah menjadi sasaran mata-mata siber China.
Rupanya, serangan China bukanlah serangan mendadak begitu saja.
Negara pimpinan Xi Jinping itu memiliki ketegangan dengan Vatikan semenjak negosiasi sensitif September lalu.
Baca Juga: Hore! Vaksin Covid-19 dari China Sudah Sampai di Indonesia, Langsung Diserahkan ke Bio Farma
Negosiasi itu adalah mengenai pembaruan kesepakatan rahasia mengenai pengelolaan Gereja Katholik di China.
Xi Jinping mungkin telah mencari keuntungan, lewat bantuan orang dalam untuk mengetahui rencana Vatikan mendekati tawar menawar dengan China.
Hal itu berdasarkan laporan yang dirilis Selasa lalu oleh Recorded Future, firma intel untuk ancaman antar negara.
Nama grup yang dicurigai antara lain Mustang Panda dan RedDelta, yang mengingatkan kepada dunia sekte pemujaan lengkap dengan jubah dan belati seperti yang ada pada Gereja Katholik zaman pertengahan.
Kala itu, Paus kirim utusan-utusan kuat ke pengadilan kerajaan di seluruh dunia.
Namun laporan itu seperti merujuk cerita-cerita Dan Brown mengenai Gereja Katholik zaman pertengahan daripada analisis data yang selektif.
Laporan itu menuduh China menggunakan program perangkat lunak berbahaya untuk masuk ke dalam jaringan internal Vatikan.
"Riset kami temukan kampanye mencurigakan didukung negara China yang menarget pejabat-pejabat Gereja Katholik kelas tinggi sebelum pembaruan perjanjian China-Vatikan pada September 2020 mendatang," tulis para analis dari Recorded Future di laporannya.
Bagian dari rencana komunisme
Menarget Vatikan rupanya disebutkan sebagai langkah China untuk bisa mengatur gereja Katholik yang ada di China.
Perlu diketahui pemimpin gereja Katholik yang ada di China tidak disetujui oleh lembaga negara China Patriotic Association.
Status gereja-gereja itu dan pertanyaan mengenai siapa yang memiliki kuasa untuk menunjuk pemimpinnya adalah pusat negosiasi antara China dan Vatikan.
China sendiri juga memperhatikan detail opini gereja tersebut terkait protes pro-demokrasi di Hong Kong.
Juru bicara Vatikan menolak untuk berkomentar.
Sementara itu Kementerian Luar Negeri China tidak segera merespon permintaan berkomentar.
Namun dari New York Times yang pertama kali kabarkan berita ini, mengatakan jika pejabat China menyangkal berita itu dan menuduh itu sebagai "spekulasi tanpa dasar".
Mirip dengan yang dialami Muslim Uighur
Kesadaran bahwa China dicurigai membajak beberapa negara telah menjadi tuduhan pelanggaran HAM melawan kelompok religius minoritas.
Kasus ini sama terjadi dengan Muslim Uighur, kaum Budha di Tibet dan para umat Kristen.
"Tekanan yang disponsori oleh negara melawan semua agama terus meningkat," ujar Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo Juni kemarin, ketika Kementerian Luar Negeri AS merilis laporan mereka mengenai kebebasan beragama di negara-negara di seluruh dunia.
"Hukuman massal yang dihadapi oleh muslim Uighur di Xinjiang terus berlanjut, demikian pula dengan tekanan yang dihadapi para umat Budha di Tibet serta Falun Gong dan kaum Kristen," ujar Pompeo.
Baca Juga: Gubernur Maluku Pakai Obat Corona dari China: 'Ini Terbukti Sembuhkan Pasien di Wuhan'
Bagaimana bisa sampai ketahuan
Grup peneliti di dalam Recorded Future memperhatikan baik-baik "aktor ancaman" online, termasuk pembajak yang disponsori negara di China.
Salah seorang analis Recorded Future yang namanya tidak boleh disebutkan mengatakan "tindakan China ini umum dan telah terjadi beberapa tahun."
Metode pembajaknya juga tidak terlalu canggih, satu libatkan taktik phising, yang rupanya efektif.
Yang lain gunakan surat berduka cita dari Kardinal Pietro Parolin, Menteri Luar Negeri Vatikan, kepada pemimpin gereja di Hong Kong.
Pemimpin gereja di Hong Kong penting dalam negosiasi mendatang itu.
"Tidak jelas apakah surat itu palsu atau memang dokumen resmi yang berhasil mereka dapatkan dan digunakan untuk menyerang gereja di China," tulis laporan tersebut.
Peretas lainnya adalah RedDelta, yang juga disponsori oleh pemerintah. Vatikan sendiri telah diberitahu mengenai hal ini.(*) Cece/Stylo
Artikel ini telah tayang di sosok.grid.id dengan judul "Keterlaluan! Setelah Muslim Uighur, Budha di Tibet dan Umat Kristen, China Gempur Vatikan Diduga Bagian dari Rencana Komunisme" Penulis: Rifka Amalia