Mengenal Apa Itu Body Dysmorphic Disorder, Bukan Cuma Nggak Pede!

By Novita Ibnati Awalia, Minggu, 28 Agustus 2022 | 13:14 WIB
Mengenal Apa Itu Body Dysmorphic Disorder, Bukan Cuma Nggak Pede! (Freepik)

Stylo Indonesia - Body Dysmorphic Disorder kini banyak diderita remaja.

Berkaitan dengan kepercayaan diri, tentunya pengetahuan Body Dysmorphic Disorder wajib diketahui.

Terutama mengenai apa itu Body Dysmorphic Disorder, tanda-tandanya, dan juga cara pencegahannya.

Kali ini, Stylo Indonesia berbincang dengan Dr. Eva Kurniawati, M.Gixi, SpGK, FINEM, Ahli Gizi Prodia, untuk mengenal Body Dysmorphic Disorder lebih dalam.

Body Dysmorphic Disorder atau gangguan dismorfik tubuh merupakan suatu bentuk gangguan kesehatan mental yang mana seseorang tidak bisa berhenti memikirkan tentang kekurangan tubuhnya.

Kekurangan tersebut bukan sesuatu hal yang besar dan belum tentu terlihat oleh orang lain.

Namun, bagi penderita Body Dysmorphic Disorder, ia merasa hal tersebut sangatlah mengganggu.

"Body image atau citra tubuh intu memang suatu hal yang penting bagi kita, bagi jutaan manusia. Kita mesti peduli sama penampilan kita, tetapi kalau misalnya sudah ada suatu obsesi yang berlebihan terhadap penampilannya itu bisa menyebabkan gangguan BDD." ujar Dr. Eva pada Stylo Indonesia.

Gangguan dismorfik tubuh ini cenderung berkembang saat memasuki usia remaja rata-rata sekitar usia 15 tahun.

Biasanya remaha mulai melakukan berbagai prosedur kosmetik untuk mencoba memperbaiki kekurangan yang dirasakan.

Baca Juga: Cara Konsumsi Cuka Apel Bikin Langsing yang Tepat, Cocok untuk Diet

 

"Kalau ada yang dirasa nggak nggak oke, kemudian diperbaiki secara kosmetik. Nah, itu cuma merasa puasnya sementara aja, kemudian kembali berulang dan kemudian akan melahirkan cara lain untuk memperbaiki kekurangan yang dia rasakan." jelas Dr. Eva.

Dr. Eva menjelaskan bahwa kasus ini biasa dijumpai pada orang yang suka melakukan operasi plastik hingga berulang kali.

"Yang menurut kita udah, stop, itu udah bagus banget loh! Tapi dia masih pengen dipermak lagi, dipermak lagi, dipermak lagi, sampai akhirnya bentuknya udah nggak karuan gitu. Udah gitu jadinya akan kembali merasa kecewa.

Kekurangan yang dia rasakan kemudian jadi fokus banget sama penampilan, sama cacat tubuhnya yang bisa berulang kali bahkan mungkin gak bisa lepas untuk bercermin atau dandan sama kosmetik, tapi dia masih nggak puas juga gitu." Tambah Dr. Eva

Tanda-tanda Body Dysmorphic Disorder:

- Menjadi sangat sibuk dengan kekurangan yang dirasakan dalam penampilan (yang bagi orang lain mungkin tidak terlihat).

- Merasa orang lain sangat memperhatikan penampilan dirinya secara negatif.

- Menyembunyikan kekurangannya dengan gaya riasan atau pakaian.

- Terus-menerus membandingkan penampilan dirinya dengan orang lain.

- Menjadi orang yang perfeksionis.

- Sering mencari kepastian tentang penampilan dirinya dari orang lain.

- Mencari prosedur kosmetik.

- Menghindari situasi sosial.

 - Alokasi waktu yang dicurahkan pada penampilan dan juga alokasi pikiran sangat memakan waktu.

Baca Juga: Cara Menaikkan Berat Badan dengan Sehat, Ini yang Perlu Dilakukan

Body Dysmorphic Disorder dapat menyebabkan tekanan atau masalah besar dalam kehidupan sosial seperti pekerjaan, sekolah, ataupun di tempat lainnya.

Area yang paling yang cenderung membuat membuat orang-orang dengan BDD merasa kurang antara lain seperti wajah.

"Wajah itu diperhatikan. Hidung, kulit wajah, ada kerutan atau tidak, ada jerawat atau tidak, ada noda atau tidak, flek-flek. Atau bahkan juga mata, lipatan mata misalnya. Rambut, apakah tipis, apakah botak, kemudian penampilan kulit ini kayaknya kurang glowing.

Sudah cukup putih sehat gitu masih nggak puas juga. Misalnya kadang di permukaan kulit kita suka tampak pembuluh darah vena menjadi suatu masalah yang besar. Untuk ukuran payudara, kemudian ada ukuran atau dari massa otot. Atau misalnya untuk pria mungkin lebih cenderung ke alat kelamin." jelas Dr. Eva.

Diagnosa Body Dysmorphic Disorder

Untuk mendiagnosa Body Dysmorphic Disorder tidak bisa dengan hanya merasa kurang pede dengan penampilan sendiri.

Diperlukan evaluasi dari profesional kesehatan mental seperti psikolog atau psikiater.

Evaluasi psikologis ini untuk menilai faktor risiko, pikiran, perasaan, perilaku, yang terkait dengan citra diri yang negatif.

Kemudian digali lagi bagaimana nilai-nilai pribadinya, riwayat sosialnya, hingga riwayat keluarganya.

Gejala Body Dysmorphic Disorder lebih rincinya terdapat di buku di DSM-5 yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association.

Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah komplikasinya seperti terjadi depresi berat, gangguan suasana hati, ada gangguan kecemasan, kemudian ada perilaku yang obsesif-kompulsif, ada juga penyalahgunaan zat.

Baca Juga: Cara Menghilangkan Kulit Bergelambir Setelah Diet, Ternyata Gampang Banget!

 

Menangani Body Dysmorphic Disorder

Hal yang menjadi pertanyaan mengenai BDD ialah, apakah BDD ini dapat disembuhkan?

Dr. Eva optimis bahwa Body Dysmorphic Disorder dapat disembuhkan dengan penanganan yang tepat.

"Di sini jelas butuh pendampingan dari dari psikolog. Kemudian juga support dari keluarga dan juga teman-teman karena kalau secara umumnya, terapi perilaku kognitif yaitu fokusnya dia akan bantu pasiennya 'gimana sih pikiran negatif ini reaksi emosional yang terjadi', kemudian perilaku untuk memecahkan masalah" ujar Dr. Eva.

"Gimana caranya untuk menantang pikiran negatif yang tiba-tiba secara otomatis muncul tentang citra tubuhnya. Kemudian gimana cara berpikir yang lebih fleksibel, akan diajari juga cara-cara alternatif untuk menangani dorongan atau misalnya ada suatu kebiasaan yang memang atau bahkan sudah menjadi suatu ritual gitu. Misalnya bolak-balik mencari kepastian apakah dirinya looking good?"

Selain itu, keterampilan mekanisme koping juga diperlukan untuk menangani Body Dysmorphic Disorder.

Jika diperlukan, pengobatan dengan obat-obatan akan diberikan oleh psikiater.

"Jadi kalau yang sudah gangguan mental nya sangat parah ya perlu rawat inap. Apalagi ketika pasien berada dalam bahaya yang bisa melukai untuk diri sendiri." ujar Dr. Eva.

Menurut Dr. Eva, pencegahan Body Dysmorphic Disorder berawal dari keluarga.

Bagaimana lingkungan bisa menanamkan bahwa semua manusia itu sudah diciptakan Tuhan sedemikian sempurnanya, belajar mensyukuri diri kita apa adanya, belajar menerima apa adanya.

Bagiamana menempatkan nilai-nilai seseorang itu bukan dari casing-nya.

Baca Juga: Cara Menaikkan Berat Badan dengan Sehat, Ini yang Perlu Dilakukan

"Penampilan itu penting tetapi itu bukan menjadi yang terpenting. Basic bekal dari keluarganya harus kuat karena bagaimanapun kalau kita lihat lagi konsepnya itu mulai di masa remaja di mana saat remaja itu orientasi kita lebih membela peer grup. Bagaimana kita juga bisa menyadari bahwa memang nilai-nilai utama dalam hidup itu bukan semata-mata dari penampilan fisik penampilan fisik, masih banyak nilai-nilai yang lebih luhur dari itu." jelas Dr. Eva.

Munculnya BDD ini masih berkaitan dengan pola diet.

Dr. Eva menemukan bahwa ada 2 tipe orang dengan BDD yang melakukan diet.

Yang pertama, ada orang yang mengalami Body Dysmorphic Disorder kemudian melakukan diet berlebih.

"Saya sendiri ketemu di lapangan untuk yang BDD kemudian diet itu biasanya aku ketemu tapi kayak gini sudah dalam kisaran di healthy weight. Yang berlebihan dulu ini aku biasanya suka dapat untuk mereka yang tadinya obesitas kemudian diet."

Yang kedua, ada orang yang melakukan diet kemudian develop BDD.

Tipe kedua ini pernah dijumpai Dr. Eva namun sudah lewat masa remaja dari penderita.

"Di saat konsultasi itu, masih pingin lebih kurus lagi karena merasa kalau lebih skinny lagi akan lebih akan jauh lebih nyaman untuk dirinya. Jadi merasa menjadi jauh lebih cantik jauh lebih perfect. Kalau pakai baju apa aja kayaknya muat." tambah Dr. Eva.

"Karena dia merasa, aduh enak banget sekarang udah turun nih berat badan. Kemudian memang istilahnya ganti isi lemari, mendapatkan kepercayaan dirinya. Di situ kalau yang akarnya kurang kuat yang untuk nilai-nilainya tadi, jadi uforia gitu kayak merasa, wow! Ini tuh bener-bener jadi baru banget. Nah itu bisa jatuh bisa jatuh ke ke BDD." pungkas Dr. Eva. (*)

#SemuaBisaCantik