Stylo Indonesia - Jika mendengar nama Kota Paris, salah satu hal pertama yang muncul di benak adalah fashion.
Paris, Prancis kerap disebut sebagai salah satu pusat mode, bahkan ibu kota dari fashion di seluruh dunia.
Ratusan desainer, brand ternama, hingga perhelatan megah yang berkaitan dengan fashion lahir di Kota Paris.
Namun, bagaimana sejarah fashion hingga menjadi begitu penting bagi Kota Paris?
Dilansir dari BBC, inilah sejarah pentingnya fashion bagi Kota Paris yang disebut sebagai ibu kota fashion dunia.
Kisah fashion Prancis sebenarnya dimulai di luar Kota Paris, tepatnya di dekat Versailles.
Selama pemerintahan Louis XIV (1643-1715), kerajaan banyak berinvestasi dalam seni dan fashion.
Orang yang berkunjung ke Versailles akan terpesona tidak hanya oleh Sang Raja, tetapi juga para bangsawan istana dan wanita, yang gayanya menjadi tren baik di Prancis maupun luar negeri.
Menurut Dr. Valerie Steele, kurator pameran Paris, Capital of Fashion dan editor buku yang menyertai acara tersebut, penekanan kerajaan pada fashion ini lebih dari sekadar alasan estetika.
“[Louis XIV] ingin memastikan bahwa penampilannya dan penampilan para abdi dalamnya sesuai dengan idenya sebagai seorang raja yang modern, kuat, dan beradab - tidak hanya seorang raja pejuang dari Abad Pertengahan, tetapi semacam 'Raja Matahari' dengan segala macam konotasi mitologis. Dan jelas fashion dan pakaian upacara adalah bagian besar dari itu. "
Investasi busana Louis XIV sangat membuahkan hasil, dan ia dipandang sebagai seorang teladan monarki.
"Semua orang [ingin] terlihat dan bertingkah seperti [dia]," kata Steele.
Di bidang fashion, Louis XIV dan menteri keuangannya, Jean-Baptiste Colbert, juga melihat potensi ekonomi yang sangat besar.
Oleh karena itu, mereka bersama-sama berupaya untuk mencegah persaingan asing dan melindungi industri tekstil lokal, yang juga mereka sediakan dengan dana yang besar.
"Colbert mengatakan bahwa 'Fashion untuk Prancis akan seperti tambang emas Peru untuk Spanyol,'" kata Steele.
"[Keyakinan] ini akan menjadi pusat agenda ekonomi mereka, yang luar biasa, karena tiga setengah abad kemudian, hal ini masih benar: fashion adalah pilar utama ekonomi Prancis."
Setelah kematian Louis XIV, para bangsawan di Versailles mulai menghabiskan lebih banyak waktu di Paris.
Ditambah dengan kemunculan ikon fashion seperti Marie Antoinette, hal ini membuat banyak orang mengaitkan Paris dengan "fashion dan kesenangan sensual", seperti yang ditulis Steele dalam buku pameran Paris, Capital of Fashion.
Revolusi Industri Fashion Prancis
Meskipun telah kehilangan gelar sebagai negara adikuasa terbesar di dunia dikalahkan oleh Inggris, keunggulan Prancis dalam fashion masih bertahan lama setelah jatuhnya Kekaisaran Prancis Pertama.
Berbeda dengan London, yang unggul dalam pakaian pria, Paris berfokus pada pakaian wanita.
Fashion Prancis berputar di sekitar gagasan la Parisienne - wanita Paris yang ideal, bergaya, berbudaya, dan cerdas.
Tetapi di samping semua nilai prestise dan kemasyhurannya, fashion Prancis beroperasi dalam skala kecil hingga desainer Inggris Charles Frederick Worth mendirikan toko di Paris pada pertengahan abad ke-19.
“Kalian punya banyak pembuat busana,” kata Steele, “tapi kebanyakan dari mereka adalah pengrajin skala kecil”.
Worth merevolusi industri fashion Prancis dengan memperkenalkan konsep grande couture.
Untuk pertama kalinya di negara ini, high fashion diproduksi dalam skala besar.
Namun, Worth, belakangan berbicara bukan tentang grande atau couture skala besar, tetapi haute (artinya 'high') couture.
“Dia mengklaim bahwa haute couture adalah bentuk seni dan dia adalah seorang seniman," kata Steele.
Saat ini, haute couture sering digunakan sebagai istilah umum untuk pakaian mewah secara umum, tetapi di Prancis - dan di kalangan fashion umumnya - ini adalah sebutan yang hanya diperuntukkan bagi desainer yang memenuhi serangkaian kriteria yang ketat.
Zaman Keemasan
Pada akhir 1940-an dan awal 50-an, desainer seperti Christian Dior, Gabrielle 'Coco' Chanel, dan Hubert de Givenchy mengantarkan apa yang sekarang disebut sebagai 'Zaman Keemasan' fashion Prancis, dan tidak diragukan lagi sebagai supremasi Paris dalam pakaian wanita.
Hal-hal menjadi sedikit lebih rumit di pertengahan '60 -an, sementara tahun 1970-an dan '80 -an Milan dan Tokyo justru tumbuh dan dikenali sebagai pusat mode utama.
Di masa tersebutlah terjadi pembelotan seperti desainer Jepang Kenzo Takada yang hijrah dan membawa pengaruhnya ke Paris.
Meskipun dunia fashion Prancis tetap menikmati semacam kebangkitan kembali dengan desainer seperti Christian Lacroix dan Jean-Paul Gaultier, di akhir tahun 80-an dan 90-an Paris harus mengalami tekanan akibat persaingan dari London dan New York.
Namun melalui soft power dan branding budaya, kemunculan haute couture, dan promosi yang tekun dari fashion Prancis atas nama Prancis, serta para pencipta selera di luar negeri, Paris tetap menikmati reputasi kecantikan yang tampaknya tak terbantahkan.
Meski hari ini, globalisasi industri fashion juga ikut mengakui kota-kota lain seperti London, Milan, dan New York sebagai pusat mode.
“Fashion hampir tersebar di seluruh dunia,” seperti yang dikatakan Kenzo Takada.
Di masa depan, akankah Paris tetap bisa mempertahankan identitasnya sebagai ibu kota fashion dunia?
Menurut Steele, Paris masih berkuasa secara internasional sebagai kota fashion karena berbagai alasan.
Pertama, Paris adalah rumah bagi beberapa konglomerat fashion paling terkemuka di dunia.
“Fashion tidak lagi menjadi pertanyaan bagi bisnis kecil mandiri,” katanya, “tetapi konglomerat raksasa. Hampir semua grup mewah - LVMH, Kering, dll - berbasis di Paris, meskipun telah membeli perusahaan Italia dan berinvestasi pada perusahaan Inggris dan Amerika. ”
Steele juga yakin fashion show Paris masih lebih unggul dibanding yang diadakan di kota-kota lain.
“Pergi ke Milan kurang menyenangkan. New York adalah tempat yang indah, tetapi kebanyakan peragaan busana New York tidak memiliki pesona dan kegembiraan seperti yang dimiliki Paris,” ujarnya.
Kehadiran konglomerat besar di Paris dan kualitas fashion show di masa kini tentunya penting untuk diperhatikan.
Namun, sejarah tetap menjadi elemen penting dalam kelanjutan persepsi Paris sebagai pusat fashion - terlepas dari apakah sejarah yang dibuat itu rasional atau hasil promosi cerdas yang dilakukan oleh Prancis dan lainnya yang memiliki andil dalam fashion Prancis.
“Prancis selalu memperkenalkan cara baru dalam mengenakan pakaian,” kata Agnès b, seorang desainer asal Paris.
“Selalu seperti ini di Prancis. Kami sudah lama mengalami ini."
Isabel Marant yang juga merupakan seorang desainer di Paris pun setuju.
"Prancis memiliki warisan budaya yang hebat," katanya kepada BBC Designed, menyebutkan orang-orang seperti Paul Poiret, Elsa Schiaparelli, dan Chanel, yang "menciptakan tren baru dan dikagumi di seluruh dunia".
Dan seperti yang disorot oleh Agnès b "Meski sekarang sudah ada generasi desainer baru, tapi menurut saya Paris masih memiliki aura kuat sebagai pusat mode."
Nah, itu dia Stylovers sejarah pentingnya fashion bagi Kota Paris yang disebut sebagai ibu kota fashion dunia. Menarik banget, ya? (*)