Kisah Unik Busana Rajutan, Sering Dianggap Kuno Tapi Justru Jadi Tren Fashion Akibat Lockdown

By Cerysa Nur Insani, Senin, 28 September 2020 | 12:45 WIB
Kisah Unik Busana Rajutan, Sering Dianggap Kuno Tapi Justru Jadi Tren Fashion Akibat Lockdown (vogue.com)

Stylo Indonesia - Busana dari bahan rajutan merupakan salah satu busana yang cukup sering ditemui.

Di Indonesia, biasanya busana rajutan cocok menjadi pilihan untuk digunakan beraktivitas di area dengan hawa lebih dingin.

Dalam tren fashion pun, busana rajutan kerap kembali muncul setiap beberapa tahun.

Meski busananya nyaman digunakan bagi banyak orang, kegiatan merajut sendiri seringkali dianggap identik dengan kegiatan orang berusia lanjut dan dianggap kuno.

Uniknya, kegiatan merajut justru kembali naik daun dan menjadi tren hobi para generasi muda di masa pandemi untuk memanfaatkan waktu di rumah selama lockdown, lho.

Baca Juga: Cara Benar Mencuci Baju Rajut agar Tidak Merusak Bentuk Aslinya

Tren merajut yang kembali naik daun belakangan ini juga membuat busana rajutan kembali menjadi tren fashion di tahun ini.

Dilansir dari BBC, inilah kisah unik busana rajutan yang sering dianggap kuno tapi justru menjadi tren fashion akibat lockdown.

Di antara kerajinan rumah tangga lainnya, merajut memiliki stereotip yang diakui secara umum.

Ketika membayangkan seseorang merajut, mungkin yang terbayang adalah sesosok perempuan berusia lanjut yang merajut sambil duduk di kursi goyang.

Namun sebagai salah satu kegiatan kreatif yang memberikan efek ketenangan bagi yang melakukannya, merajut justru kembali menjadi tren hobi yang dilakukan oleh berbagai usia untuk mengisi waktu di kala lockdown.

Para desainer pun kembali mengangkat gaya yang seringkali dianggap kuno ini menjadi tren fashion.

Seperti banyak tren fashion lainnya, rajutan juga kerap timbul tenggelam di siklus tren fashion selama abad ke-20.

Coco Chanel merupakan salah satu desainer yang menggunakan rajutan dalam busana setelah khasnya, dan menekankan bahwa pakaian rajut ideal untuk kegiatan rekreasi seperti berlayar atau olahraga.

Desainer lain seperti Yves Saint Laurent, Calvin Klein, dan Diane von Furstenberg juga telah beberapa kali menggunakan rajutan dalam koleksi mereka.

Karya busana rajut Yves Saint Laurent di sekitar tahun 1960 hingga 1970-an. (www.bbc.com)

Selama abad ke-20, pakaian rajut lebih sering digunakan dalam pakaian yang relatif konvensional, meskipun menjelang akhir abad ini desainer seperti Vivienne Westwood dan Alexander McQueen mulai menggunakan rajutan dengan cara yang tidak biasa untuk membuat pakaian yang lebih edgy dan modern.

Baca Juga: Cara Agar Tidak Terlihat Gemuk Saat Pakai Busana Rajut dari Fashion Desainer Lia Mustafa

Rajutan ekstrem

Sejumlah desainer dan seniman telah melakukan rajutan secara ekstrem sejak pergantian abad.

Sebut saja Yan Yan dan Hazar Jawabra yang dikenal sebagai desainer yang berfokus pada rajutan dalam fashion.

“Karena masih ada stereotip bahwa rajutan itu biasa dan membosankan, ketika itu ditumbangkan, efeknya sangat kuat. Seni merajut yang ekstrem benar-benar mengejutkan banyak orang, ”kata Sandy Black, profesor di London College of Fashion.

Perancang pakaian rajut eksperimental asal Islandia Ýr Jóhannsdóttir juga melakukan hal serupa.

Karya Ýr Jóhannsdóttir, desainer rajutan ekstrem dari Islandia. (www.bbc.com)

Ia menunjukkan bahwa asumsi bahwa hanya perempuan tua yang merajut, yang kemudian membuat merajut jadi tidak keren dan tidak menarik, berakar pada masalah yang lebih berbahaya, seperti seksisme.

"Menurut saya stereotip ini negatif karena orang menganggap wanita yang lebih tua itu tradisional atau tidak suka mencoba hal baru," kata Jóhannsdóttir.

Forum internet, blog, dan platform media sosial telah menjadi wadah yang penting, tidak hanya untuk mendukung karya perajut ekstrem seperti Zelentsova dan Jóhannsdóttir, tetapi juga dalam memperkenalkan rajutan kepada generasi muda dan untuk menjaga tradisi merajut tetap hidup.

Lizzie Morgan, seorang perajut yang dikenal sebagai @GimmeKaya di Instagram, mengatakan bahwa platform media sosial menginspirasinya untuk melakukan kerajinan tersebut.

Ilustrasi merajut (www.freepik.com)

Morgan mengatakan bahwa antusiasme terhadap rajutan di platform digital juga lahir dari keinginan generasi muda untuk memerangi perubahan iklim.

“Menurut saya banyak anak muda yang sadar betapa merusaknya industri fast fashion, baik (untuk) pekerjanya dan untuk lingkungan. Sekarang, banyak dari kita yang memilih untuk membuat pakaian sendiri atau berbelanja dari merek yang lebih ramah lingkungan. Masyarakat kita sangat konsumtif, jadi menurut saya merajut merupakan bentuk pemberontakan dan pemberdayaan untuk menjauh dari kebiasaan konsumtif itu," ujar Morgan.

Baca Juga: Lia Mustafa Hadirkan Tren Busana Rajut dengan Tema Mata di Panggung Jogja Fashion Week 2018

Morgan sangat berterima kasih kepada komunitas perajut online yang mendukung karya berkelanjutan ini di mana kondisi keuangan memburuk akibat pandemi.

Akibat rajutan yang kembali menjadi tren, pengikut Morgan di Instagram telah meningkat tiga kali lipat sejak dimulainya pandemi.

Nah, itu dia Stylovers kisah unik dari busana rajutan yang sering dianggap kuno tapi justru menjadi tren fashion akibat lockdown.

Apakah kamu salah satu yang sudah mencoba merajut untuk mengisi waktu selama di rumah? Kalau belum, bisa jadi salah satu ide nih! (*)