Stylo Indonesia - Stylovers, apakah kamu sudah pernah mendengar soal kasus beauty shaming?
Secara umum, beauty shaming adalah komentar mempermalukan atau menjelekkan orang lain berdasarkan kondisi fisik atau penampilan mereka.
Beauty shaming bukanlah fenomena yang baru-baru ini terjadi, tetapi kesadaran masyarakat soal masalah ini sudah timbul dan perlu lebih disoroti karena menyangkut kesehatan mental.
Pasalnya, beauty shaming seringkali dilakukan oleh orang-orang terdekat, termasuk orangtua.
Ayoe Sutomo, M.Psi., Psikolog. seorang psikolog anak, remaja, dan keluarga menjelaskan soal bahayanya beauty shaming apalagi ketika dilakukan oleh orang terdekat, termasuk orangtua.
Menurut Ayoe, selama ini kasus beauty shaming seringkali dimaklumi karena dilakukan oleh orang-orang terdekat korban.
Misalnya dari Ibu atau ayahnya dengan nada gurauan.
Padahal, komentar beauty shaming yang datang dari sosok orangtua dapat menimbulkan dampak yang lebih pada mental anak yang mendengarnya.
“Padahal Ibu-Bapak itu, apa yang keluar dan menjadi pendapat mereka itu yang nomor satu kita yakini. Ketika hal itu diyakini oleh individu, akan menjadi lebih masuk lagi dan berpengaruh terhadap kondisi mental individu tersebut,” jelas Ayoe.
Ayoe juga menyampaikan bahwa fenomena beauty shaming semakin banyak terjadi karena akses media sosial yang begitu mudah.
“Jari itu gampang banget ngomong. Orang mungkin menganggapnya biasa tapi orang yang bacanya kita enggak tahu seperti apa (efeknya),” ujarnya.
Baca Juga: Psikolog Ayoe Sutomo Soroti Eratnya Hubungan Psikologi dengan Semua Aspek Kehidupan
Yang tak kalah ironis, beauty shaming seringkali dilakukan oleh perempuan terhadap sesama perempuan.
Padahal, di era modern ini konsep ‘women supports women’ atau ‘perempuan mendukung perempuan’ kian digaungkan untuk menunjukkan solidaritas perempuan menghadapi berbagai masalah sosial yang biasa mereka alami.
Ayoe menilai bahwa pelaku beauty shaming bisa jadi justru didorong oleh rasa rendahnya self-esteem atau kepercayaan diri dalam dirinya sendiri.
“(Yang) melakukan beauty shaming juga sebetulnya punya self-esteem yang rendah, jadi dia perlu memproyeksikan itu ke orang lain sehingga dia akhirnya menyerang orang lain dengan self esteem dia yang rendah,”
“Dan dengan dibantu media sosial, (bisa) dengan sangat mudah mengejek orang lain terkait dengan kondisi (penampilan mereka),” sambungnya.
Oleh sebab itu, Ayoe menilai edukasi soal beauty shaming perlu terus dilakukan untuk menyadarkan masyarakan akan tindakan yang seringkali dianggap maklum meski berdampak besar ini.
Ketidaktahuan bisa jadi merupakan faktor mengapa beauty shaming masih banyak dilakukan.
Baca Juga: Benarkah Baca Berita Buruk Berbahaya Bagi Kesehatan Mental? Simak Penjelasan Psikolog!
“Mungkin enggak berniat seperti itu, tapi enggak tahu aja kalau itu termasuk beauty shaming dan itu jahat, lho,” tukas Ayoe.
Nah, itu dia Stylovers penjelasan psikolog tentang bahaya beauty shaming terutama apabila dilakukan oleh orang terdekat.
Yuk, jaga kesehatan mental diri sendiri dan orang di sekitarmu dengan selalu berusaha berpikir dan berkomentar positif. (*)
#StopBeautyShaming