Padahal, komentar beauty shaming yang datang dari sosok orangtua dapat menimbulkan dampak yang lebih pada mental anak yang mendengarnya.
“Padahal Ibu-Bapak itu, apa yang keluar dan menjadi pendapat mereka itu yang nomor satu kita yakini. Ketika hal itu diyakini oleh individu, akan menjadi lebih masuk lagi dan berpengaruh terhadap kondisi mental individu tersebut,” jelas Ayoe.
Ayoe juga menyampaikan bahwa fenomena beauty shaming semakin banyak terjadi karena akses media sosial yang begitu mudah.
“Jari itu gampang banget ngomong. Orang mungkin menganggapnya biasa tapi orang yang bacanya kita enggak tahu seperti apa (efeknya),” ujarnya.
Baca Juga: Psikolog Ayoe Sutomo Soroti Eratnya Hubungan Psikologi dengan Semua Aspek Kehidupan
Yang tak kalah ironis, beauty shaming seringkali dilakukan oleh perempuan terhadap sesama perempuan.
Padahal, di era modern ini konsep ‘women supports women’ atau ‘perempuan mendukung perempuan’ kian digaungkan untuk menunjukkan solidaritas perempuan menghadapi berbagai masalah sosial yang biasa mereka alami.
Ayoe menilai bahwa pelaku beauty shaming bisa jadi justru didorong oleh rasa rendahnya self-esteem atau kepercayaan diri dalam dirinya sendiri.