Aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di sekitar 30 negara bagian terjadi setelah kematian George Floyd, seorang warga kulit hitam yang mendapat kekerasan dari seorang polisi di Minneapolis.
Aksi protes yang terjadi di New York, Chicago, hingga Los Angeles disertai dengan sejumlah aksi perusakan hingga penjarahan.
Beberapa toko kenamaan hingga barang mewah seperti Nike, Adidas, Louis Vuitton hingga Kaws tak luput dari penjarahan.
Baca Juga: Bisa Melonjak Kapan Saja, Puncak Kedua Pandemi Corona Justru Lebih Berbahaya, Jangan Anggap Remeh!
Perusahaan-perusahaan justru menilai hal ini lebih menakutkan dibandingkan efek yang diciptakan oleh pandemi.
“Orang-orang meyadari (pandemi) membuat pekerjaannya hilang atau tidak akan kembali dengan cepat."
"Ini semua diperparah dengan masalah rasialisme, dan menggambarkan bagaimana putus asa nya masyarakat AS,” kata Chief Economist Moody’s Mark Zandi dikutip dari Reuters.
Merebaknya aksi kekerasan ini bikin Amazon bakal mengurangi layanan pengiriman barangnya di kota-kota yang yang menjadi puncak aksi protes.
Target Corp, perusahaan ritel berlogo merah, juga telah kembali menutup sementara 32 tokonya di Minneapolis, puluhan lainnya akan menyusul ditutup. Sementara di Chicago, 135 properti di pusat bisnisnya juga ikut hancur akibat aksi protes.
Kematian Floyd sekaligus aksi protes atas hal tersebut juga menujukan tekanan rasialisme yang masih kuat di AS, ditambah penangan kesehatan dan distribusi kekayaan terhadap mereka.