Dalam petisi sekolah, salah satu siswa bernama Nayara Choo berpendapat bahwa sekolah harus menepati janjinya untuk menampung para desainer masa depan dan mengadopsi ide-ide progresif sebagai moto mereka.
“Memasang lebih banyak manekin berukuran plus size di ruang kelas kami akan membuka banyak pintu bagi desainer baru yang percaya pada ukuran lebih tinggi dari 8, yang sebenarnya sangat kecil,” ungkap Nayara Choo.
Kurangnya pelatihan ini menyebabkan adanya bias terhadap perempuan berukuran plus size yang didorong oleh bisnis fashion selama lebih dari satu abad.
Rumah mode ternama ditambah dengan kekuatan media terus mendikte seperti apa bentuk tubuh yang ideal.
Meski nyatanya, bentuk tubuh yang disebut ideal tersebut bukanlah bentuk tubuh yang banyak kita temui dalam masyarakat.
Industri fashion mencapai eksklusivitas dengan mengangkat tipe tubuh paling langka sebagai yang ideal.
Eksklusivitas itu sendiri mulai dilihat sebagai gaya kuno dan ketinggalan zaman.
Dunia fashion perlahan-lahan mengikuti mode baru dan merangkul kenyataan. Inklusivitas ternyata memiliki nilai jual.
Kita sekarang dapat melihat model ukuran plus di sampul majalah fashion dan di atas runway.
Perempuan didorong untuk merangkul tubuh mereka, mendefinisikan kembali arti kecantikan dan berbicara menentang kritikus yang mempermalukan bentuk tubuh plus size.
Internet telah membuat brand fashion tidak mungkin mengabaikan perempuan berukuran plus.
Internet memberikan visibilitas yang jauh lebih besar dan suara yang lebih nyaring untuk semua orang.
KOMENTAR