Stylo.ID - Desainer ternama Tanah Air Sapto Djojokartiko menampilkan koleksi busana terbaru Spring/Summer 2021 yang bertajuk A Conversation With Oneself di tengah pandemi virus Covid-19.
Koleksi busana S/S 21 Sapto Djojokartiko yang ditunggu-tunggu ini rupanya sebagai bentuk cerminan akan waktu yang dihabiskan mendalami kreatifitas di masa pandemi Covid-19 yang terjadi di berbagai pelosok dunia saat ini.
Menariknya Stylovers, Sapto Djojokartiko menggali kreatifitas mengubah seluruh ritme kerja dan rencana, untuk tetap menampilkan koleksi terbaru Sapto Djojokartiko melalui fashion show seperti yang biasanya dilakukan.
Koleksi S/S 21 Sapto Djojokatiko ditampilkan melalui format film pendek yang dapat diakses melalui www.saptodjojokartiko.com dan kanal media sosial @saptodjojokartiko.
Baca Juga: Mengenang Sosok Kenzo Takada, Desainer yang Membawa Fashion Jepang ke Mata Dunia
Disutradarai oleh Reuben Torino, Sapto Djojokartiko mengajak penonton untuk mendalami proses meditasi di masa karantina yang berujung dengan lahirnya koleksi ini.
Koleksi yang terlahir di masa pandemi ini, menghadirkan banyak momen untuk merefleksikan diri, perasaan kebingungan, kemarahan yang membutakan namun juga diimbangi dengan semangat dan jiwa kreatifitas yang berlimpah ruah.
“Masa karantina benar-benar seperti menaiki roller coaster bagi para desainer di mana pun termasuk saya. Memikirkan aspek bisnis sekaligus harus konsisten untuk menyelamatkan jiwa kreatif kami karena hidup harus tetap berjalan. Tidak mengherankan bagi introvert seperti saya, memiliki waktu sendiri selama ini benar-benar mengizinkan saya untuk menggali lebih dalam proses kreatif yang sudah lama tidak saya dalami," Sapto Djojokartiko menjelaskan.
"Lingkungan yang damai dan tenang di dalam rumah saya sendiri ternyata menjadi berkah yang indah. Saya dapat benar-benar fokus dan melakukan hal-hal yang biasanya tidak saya lakukan karena saya tidak punya waktu yang cukup,” tambahnya.
Baca Juga: Kisah di Balik Christian Louboutin, Sepatu Bersol Merah yang Ikonik
Dengan menjiwai semua wadah inspirasi yang ditemukan dalam koleksi S/S 21, Sapto Djojokartiko banyak terilhami dari hal-hal yang sebetulnya sudah lama ia kagumi dan sukai, contohnya seperti penggunaan berbagai jenis lace dengan detail yang rumit menggunakan warna-warna nude yang cenderung lembut dikombinasikan dengan warna plum, fuschia dan terracotta yang elegan.
Mayoritas warna yang dapat ditemukan di koleksi ini seperti pink dan
juga coral sangat terinspirasi dari keceriaan yang hadir ketika musim panas tiba.
Untuk melengkapi detil busana, Sapto Djojokartiko juga menghadirkan warna-warna mencolok seperti merah ke dalam palet utama koleksi ini. Diharapkan dengan hadirnya detil-detil tersebut, akan menampilkan unsur elegan yang sangat lekat dengan brand Sapto Djojokartiko selama ini.
Sapto lanjut menjelaskan, “Karena keterbatasan dalam bergerak saya harus berfikir kreatif untuk memanfaatkan hal-hal yang dapat saya jangkau di sekitar saya. Saya banyak menghabiskan waktu untuk membaca. Beberapa diantaranya merupakan buku sejarah".
"Banyak waktu saya habiskan untuk melihat dan mempelajari visual-visual yang menarik perhatian saya melalui buku-buku tersebut. Salah satunya adalah seni sabung ayam atau yang lebih dikenal dengan istilah “cockfighting” di negara barat," jelasnya.
"Cukup kontroversial untuk membicarakan perihal proses berkesenian yang satu ini, tetapi saya selalu menganggap hal ini sangat menarik secara visual. Saat ini di Bali tanding sabung ayam sudah dianggap ilegal tapi terkadang masih dipertontonkan khusus dalam konteks spiritual," tambahnya.
Dalam koleksi ini, “sabung ayam” dan keranjang anyaman diterjemahkan ke dalam detail cross stitching yang kemudian menjadi satu kesatuan khusus yang seluruhnya terbuat dari kain organza yang dipotong secara individu.
Cross stitching secara manual dengan tangan terinspirasi dari bentuk tenunan keranjang serta teknik tambal sulam, sulaman berbentuk ayam jago, pola acak yang dinamis dan guratan yang menyerupai sapuan kuas.
Palet cerah yang dapat ditemui di koleksi ini juga terinspirasi oleh lukisan sabung ayam. Bertolak belakang dengan koleksi Sapto Djojokartiko sebelumnya yang menghadirkan banyak ornamen dan embellishment, kali ini Sapto Djojokartiko memilih untuk menghadirkan siluet yang lebih dinamis dan bentuk yang cocok untuk dikenakan saat bersantai dirumah dengan narasi yang
cukup minimalis.
Untuk memahami seni sabung ayam di Bali, yang dalam bahasa lokalnya disebut tajen perlu diketahui bahwa praktik tersebut berakar pada keyakinan agama Hindu.
Banyak budaya di Indonesia yang mengakui sabung ayam sebagai seni tradisional, tetapi kemudian diangkat menjadi tradisi agama di Bali. Inilah salah satu alasan mengapa setelah dinyatakan ilegal, sabung ayam masih lebih sering dipraktikan di Bali dibandingkan di tempat lain.
Di Bali, sabung ayam telah ilegal sejak tahun 1981, tetapi otoritas lokal 'mentolerir' dengan ketat untuk tujuan keagamaan. Sampai saat ini praktek sabung ayam dilestarikan lebih sebagai aktivitas sosial, menyatukan banyak elemen penting dalam kehidupan: hiburan, ekonomi, hobi, adat istiadat, dan kehormatan.
Hal Ini juga diterjemahkan ke dalam bentuk aksesoris yang sengaja dibuat praktis dan fungsional, mulai dari dompet bersulam multifungsi, tas selempang, selendang berbulu dan "selendang", tas maxi tote, anting mutiara dengan gaya barok berbalut teknik macramé, hingga sandal dan selop dengan anyaman rafia dan bentuk bordir yang menyerupai keranjang anyaman.
Baca Juga: Tanpa Fashion Show Megah, Begini Cara Para Desainer Tetap Berkarya di Tengah Pandemi Covid-19
Membawa konteks kemandirian berkreatifitas ke dunia di tahun 2020, di mana batasan bersosialisasi menghalangi sebagian besar orang untuk sering berkumpul merupakan sesuatu yang sangat puitis untuk dibahas. Di sebuah pertarungan sabung ayam kita dapat melihat kandang anyaman yang dibawa ke arena pertandingan.
Visual ini sangat membekas di benak Sapto Djojokartiko. Setelah seluruh penonton berkumpul di arena untuk menyaksikan pertarungan, ayam yang menang bertarung akan kemudian ditempatkan kembali di dalam
kendang sebagai simbol kemenangan.
Sebaliknya, sebagai masyarakat, kita dituntut untuk tinggal dirumah dan bertarung dengan lawan tak berwujud hingga pada akhirnya kita memiliki
kesempatan untuk bersosialisasi dengan damai. Gambaran alur cerita yang bertolak belakang tersebut membuat visual ini memiliki daya tarik tersendiri.
Baca Juga: Kondisi Pandemi Jadi Inspirasi Fashion Desainer Ali Charisma Rilis Koleksi Kimono Batik Nan Modis
“Saya tahu bahwa masyarakat akan segera beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru. Semoga kedepannya, film pendek ini bisa menjadi kenang-kenangan bagi saya dan semua orang yang terlibat saat kita semua harus berjuang untuk bertahan hidup.
Tetapi itu juga harus berfungsi sebagai pengingat bahwa bahkan di masa-masa tersulit sekalipun, jangan pernah membiarkan pikiran Anda mengalahkan Anda. Roda akan selalu berputar, jaga kreativitas tetap hidup karena tanpa itu tidak akan ada yang berarti di dalam hidup ini. ” Sapto Djojokartiko menyimpulkan. (*)
KOMENTAR