"Cukup kontroversial untuk membicarakan perihal proses berkesenian yang satu ini, tetapi saya selalu menganggap hal ini sangat menarik secara visual. Saat ini di Bali tanding sabung ayam sudah dianggap ilegal tapi terkadang masih dipertontonkan khusus dalam konteks spiritual," tambahnya.
Dalam koleksi ini, “sabung ayam” dan keranjang anyaman diterjemahkan ke dalam detail cross stitching yang kemudian menjadi satu kesatuan khusus yang seluruhnya terbuat dari kain organza yang dipotong secara individu.
Cross stitching secara manual dengan tangan terinspirasi dari bentuk tenunan keranjang serta teknik tambal sulam, sulaman berbentuk ayam jago, pola acak yang dinamis dan guratan yang menyerupai sapuan kuas.
Palet cerah yang dapat ditemui di koleksi ini juga terinspirasi oleh lukisan sabung ayam. Bertolak belakang dengan koleksi Sapto Djojokartiko sebelumnya yang menghadirkan banyak ornamen dan embellishment, kali ini Sapto Djojokartiko memilih untuk menghadirkan siluet yang lebih dinamis dan bentuk yang cocok untuk dikenakan saat bersantai dirumah dengan narasi yang
cukup minimalis.
Untuk memahami seni sabung ayam di Bali, yang dalam bahasa lokalnya disebut tajen perlu diketahui bahwa praktik tersebut berakar pada keyakinan agama Hindu.
Banyak budaya di Indonesia yang mengakui sabung ayam sebagai seni tradisional, tetapi kemudian diangkat menjadi tradisi agama di Bali. Inilah salah satu alasan mengapa setelah dinyatakan ilegal, sabung ayam masih lebih sering dipraktikan di Bali dibandingkan di tempat lain.
KOMENTAR