Stylo.ID - Pemerintah telah menerapkan kebijakan penggunaan transpotasi umum di tengah pandemi Covid-19.
Seperrti halnya Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang diketahui menghapus aturan batasan jumlah penumpang sebesar 50 persen dari total kapasitas angkut.
Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mengatakan, pesawat kini bisa mengangkut penumpang berkisar 70 hingga 100 persen dari kapasitas angkut, bergantung dari jenis armadanya.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena dalam tempat tertutup seperti pesawat, virus corona akan mudah menyebar.
Baca Juga: Gembar-gembor Siap New Normal, Sejumlah Pedagang Pasar di Jakarta Malah Positif Covid-19
Bahkan Direktur Eijkman Institute of Molecular Biology, Prof Amin Soebandrio, mengatakan bahwa virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19 di Indonesia traveling terlebih dahulu ke Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat, dan Australia.
Pesawat udara adalah moda transportasinya
Virus SARS-CoV-2, sama halnya dengan penyakit pernapasan lainnya, ditularkan melalui dahak (droplet) atau cairan tubuh lainnya.
Oleh karena itu, World Health Organization (WHO) merekomendasikan masyarakat untuk menjaga jarak setidaknya dua meter, mengenakan masker, dan selalu mencuci tangan.
Namun, di pesawat, virus akan lebih sulit untuk dihindari karena gerakan spontan penumpang dan kemungkinan virus menempel di permukaan benda dalam jangka waktu yang lama, mulai dari bangku, tray untuk makan, pegangan kursi, sampai gagang pintu toilet.
Penyebaran virus di pesawat
Mengutip National Geographic, Rabu (10/6/2020), WHO telah memberikan rekomendasi untuk mengosongkan dua baris antarpenumpang di pesawat.
The New England Journal of Medicine menyebutkan, kriteria yang ditetapkan WHO ini berhasil mengurangi risiko penularan SARS yang mewabah beberapa waktu lalu sebanyak 45 persen.
Namun, di pesawat, penumpang kerap tidak diam di bangkunya.
Ada yang melakukan peregangan kaki, mengambil majalah dari bangku di depannya, atau berjalan ke toilet.
Terinspirasi dari kebiasaan tersebut, sekelompok peneliti kesehatan masyarakat mempelajari pergerakan acak penumpang dan risikonya terinfeksi penyakit.
FlyHealthy Research Team, begitu nama kelompok peneliti tersebut, mengobservasi perilaku penumpang dan kru kabin dari 10 rute dari Amerika Serikat dengan rentang waktu 3,5 hingga 5 jam penerbangan.
Observasi tersebut tak hanya dilakukan untuk mengamati perilaku penumpang, tetapi juga bagaimana perilaku tersebut berefek pada penumpang lainnya karena kontak fisik.
Para peneliti ingin mengestimasi sebanyak apa kedekatan fisik yang menimbulkan transmisi penyakit di dalam penerbangan.
Baca Juga: PSBB Surabaya Berakhir Meski Banyak Warga Masih Dirawat, Risma: Ini Justru Lebih Berat
“Misal Anda duduk di kursi bagian gang (aisle) dan saya berjalan ke toilet.
Kita akan berada di dalam jarak yang dekat, sekitar satu meter.
Jika saya terinfeksi, saya bisa mentransmisikan penyakit tersebut kepada Anda,” tutur Howard Weiss, Profesor Biologi dan Matematika di Penn State University.
Studi yang dilakukan pada 2018 tersebut membuktikan bahwa mayoritas penumpang meninggalkan bangkunya untuk dua hal, yaitu berjalan ke toilet atau mengecek tempat penyimpanan barang di atas kepala.
Sebanyak 38 persen penumpang meninggalkan bangkunya setidaknya sekali.
Sementara itu, sebanyak 24 persen penumpang meninggalkan bangku lebih dari sekali.
Sisanya, sebanyak 38 persen penumpang tidak beranjak dari bangkunya sama sekali.
Bangku dekat jendela Penelitian yang sama membuktikan bahwa penumpang yang duduk di bangku dekat jendela memiliki jumlah interaksi yang lebih sedikit dibanding bangku lainnya.
Penumpang di bangku dekat jendela memiliki jumlah interaksi sekitar 12, sedangkan penumpang di bangku tengah memiliki sekitar 58 interaksi dan penumpang di bangku gang memiliki 64 interaksi.
Memilih bangku di dekat jendela menjadi cara yang cukup baik untuk mencegah interaksi dan transmisi virus SARS-CoV-2.
Namun, kasusnya akan berbeda apabila orang yang terinfeksi adalah kru kabin.
Interaksi yang dilakukan antara kru kabin dan penumpangnya berlangsung lebih lama, sehingga risiko tertular penyakit semakin besar.
“Itulah mengapa kru kabin yang sakit tidak boleh terbang,” tambah Weiss.
Lalu, bagaimana jika Anda akan bepergian menggunakan pesawat? Apa pun peraturannya, cobalah aplikasikan rekomendasi Centers for Disease Control and Prevention (CDC) terhadap pencegahan penyakit menular di pesawat.
Baca Juga: Lagi LDR Gara-gara Corona? Inilah Tips Sexting dengan Pasangan untuk Salurkan Hasrat Seksual
Langkah-langkah tersebut mencakup cuci tangan atau membawa hand sanitizer, serta menggunakannya setiap kali Anda menyentuh permukaan benda.
Hal ini karena virus SARS-CoV-2 terbukti hidup di permukaan benda antara tiga hingga 12 jam lamanya.
Kalian juga harus menjaga jarak sebisa mungkin dengan penumpang lain, termasuk kru kabin. Jangan sentuh wajah apabila tidak darurat ya, Stylovers! (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penelitian Beberkan Cara Virus Corona Menyebar dalam Pesawat",
Penulis : Sri Anindiati Nursastri
StopBeautyShaming merupakan kampanye gerakan nyata dari Stylo Indonesia.
Stylo Indonesia adalah platform media & komunitas organik terlengkap mengenai dunia lifestyle, fashion dan beauty bagi dan seluruh perempuan Indonesia.
KOMENTAR