Peran Kecerdasan Buatan (AI) dalam Industri Mode dan Pembuatan Koleksi Fashion Desainer

By Grace Kencana Pranata, Jumat, 19 Juli 2024 | 10:50 WIB
Ilustrasi Fashion Desain AI ()

Stylo Indonesia – (Ichwan Thoha/Editor: Ridho Nugroho) Stylovers, Tahukah kamu bahwa sekarang ini Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan ternyata juga mengimbas pada industri fashion?

Beberapa fashion desainer mulai melirik AI dalam pembuatan koleksi busana mereka. Tidak hanya dirasa memudahkan dalam menemukan inspirasi dalam rancangan bagi sebagian kecil pekerja kreatif, kecerdasan buatan atau AI juga dianggap mampu memangkas waktu persiapan produksi. Lalu, bagaimana teknisnya? Apakah AI justru mematikan kreativitas?

Jauh sebelum kita beradu pendapat mengenai pertanyaan di atas, ada baiknya kita menelaah kembali mengenai asal muasal AI kini hadir di tengah-tengah kita, yakni dari kemunculan new media atau media baru yang kini menjadi bagian terpenting dari sejarah perkembangan manusia peradaban modern.

New Media atau internet merupakan produksi bungsu. Vivian (2008:262) mengatakan internet baru muncul sebagai bagian dari media massa pada pertengahan 1990-an. Hanya beberapa tahun sebelum abad millenium, internet hadir sebagai pelengkap media massa yang eksis lebih dahulu seperti  surat kabar, radio dan televisi. Tidak salah jika internet kemudian lebih populer dengan sebutan new media atau media baru sebelum istilah-istilah lain muncul seperti media siber, media digital, media jejaring, media maya datau media virtual.

Salah satu bentuk internet adalah AI atau Artificial Intelligence, dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kecerdasan buatan. Demikian menurut Das’as Latif dalam bukunya ‘Media Sosial, Suatu Alternatif’, pada tahun 2022.

Ichwan Thoha yang merupakan fashion desainer, akademisi dan penulis melaporkan berbagai perspektif kepada Stylo Indonesia bahwa kecerdasan buatan atau AI bagian dari internet mengimbas pada industri fashion. Termasuk dalam hal pembuatan koleksi.

Sebelum ada AI, untuk membuat koleksi, seorang fashion desainer harus membuat konsep, meriset juga mencari banyak inspirasi atau rujukan yang dikemas dalam sebuah mood board. Dalam sebuah mood board, tidak hanya referensi atau inspirasi konsep, ada color scheme, juga potongan-potongan bahan atau yang disebut fabric swatches.

Baca Juga: Tren Kecantikan 2024 Berbasis AI yang Mempermudah Pelanggan Belanja

 

Ichwan Thoha , Fashion Designer & Dosen Praktisi. (dok. Pribadi)

Semua itu mempermudah seorang fashion desainer dalam mem-breakdown puluhan bahkan ratusan sketsa fashion. Setelah itu, sketsa-sketsa fashion diseleksi dan yang terpilih, dibuat dalam desain-desain yang saling terintergrasi satu sama lain atau yang disebut dengan looks. Looks bisa belasan, puluhan bahkan ratusan. Ambilah 30 looks. Ke-30 looks adalah eksekusi terakhir yang akan diproduksi dalam bentuk potongan-potongan baju.

Proses kreativitas seorang fashion desainer dari membuat konsep, mood board, sketsa dan desain, termasuk memilih bahan dan lainnya, sebelum ada AI, semuanya dilakukan secara manual.

Sudah tentu, sebagai salah satu industri kreatif, fashion terus berkembang dan adaptif terhadap new media. Seperti juga seni-seni lain seperti desaih grafis, produk, interior, arsitektur, adaptasi ini seni fashion adalah bentuk eksistensi dan fleksibiltas terhadap new media atau internet. Selain itu, dibutuhkan kecepatan juga punctuality dan efisiensi kerja, yang semua itu hanya akan diakomodasi dengan internet.

Di samping itu, internet juga memudahkan kearsipan. Ribuan ide, sketsa, dan desain dari seorang fashion desainer adalah modal atau data yang sangat berharga yang bisa dijadikan rujukan kembali juga diwariskan.

Kecerdasan buatan (AI) telah membuka pintu bagi revolusi baru dalam dunia fashion. Dari proses desain hingga produksi, distribusi, dan pemasaran, AI telah membuktikan potensinya untuk mengubah bagaimana kita melihat dan terlibat dalam industri yang berpusat pada kreativitas ini.

Teknologi AI mentransformasi industri fashion, khususnya dalam desain. AI dapat menganalisis data dalam jumlah besar untuk mengidentifikasi tren, memprediksi preferensi konsumen, dan menghasilkan desain.

AI juga dapat membantu seorang perancang busana menyederhanakan proses desain dengan mengotomatiskan tugas-tugas sehari-hari, memungkinkan mereka fokus pada aspek inti pada bisnis.

Proses desain biasanya melibatkan beberapa tahapan, termasuk riset, pengembangan konsep, pembuatan sketsa, pemilihan kain, pembuatan pola, dan pembuatan sampel busana. Proses desain umumnya dapat memakan waktu dan tenaga. Namun, AI dapat mengurangi waktu dan upaya yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas ini dengan mengotomatiskan beberapa proses.

Merek fesyen yang berbasis di New York, Collina Strada meluncurkan koleksi musim panas 2024 yang rancangannya dibantu oleh artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dalam New York Fashion Week. Lantas, bagaimana proses teknologi AI merancang desain koleksi baju Collina Strada?

Pertama, Collina Strada memasukkan seluruh data arsip brand yang dimiliki oleh Hillary Taymor ini,  ke dalam sistem AI. Setelah itu, AI akan menghasilkan ide-ide desain baru. Selama beberapa minggu, tim bekerja keras untuk mengolah dan menyempurnakan desain yang dihasilkan oleh AI agar sejalan dengan visi desainer. Hasil akhirnya, Collina Strada mewujudkan dari bentuk digital ke pakaian nyata.

AI kini berhasil menciptakan model baju yang cepat dan sangat mirip dengan aslinya. Penelitian terbaru Cornell University menyoroti kemampuan AI yang disebut "Sewformer" untuk merekonstruksi desain baju berdasarkan gambar input, menghasilkan produk tiruan dengan tingkat kemiripan sempurna yakni hampir 95,7%.

AI Fashion Week digelar pada akhir bulan lalu yakni 20-21 April 2023 di New York. Berbeda dengan fashion week konvensional yang menampilkan model dan koleksi busana di atas runway sungguhan, AI Fashion Week menghadirkan suasana runway tersebut dalam bentuk foto. Deretan foto yang dibuat dengan berbagai software AI itu menunjukkan gambar model dalam aneka koleksi baju yang stylish, lengkap dengan penonton yang duduk di pinggir runway.

Sudah tentu kehadiran AI di industri fashion dalam hal pembuatan koleksi mendulang kontroversi. Lantaran desain fashion adalah juga seni dalam hal membangun  ragam ide yang sesuai dengan DNA atau brand identity seorang fashion desainer.

Selain unsur seni, ada sentuhan personal dari seorang kreator atau dalam hal ini fashion designer juga ukuran kreativitas juga gengsi seorang fashion desainer. Mendesain secara spontan dengan manual, tanpa bantuan aplikasi adalah pembuktian orisinalitas dari seorang fashion desainer. Ada unsur kepuasan pribadi, membangun chemistry dan kepercayaan baik dengan desain maupun klien.

Dalam wawancaranya dengan sebuah media di Indonesia pertengahan September 2023 lalu, innovator mode, Calvin Wong telah mengembangkan Interactive Design Assistant for Fashion (AiDA), sistem artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan pertama di dunia yang dirancang oleh para desainer.

Baca Juga: Tren Kencantikan 2024, Ada Teknologi AI untuk Analisa Masalah Kulit

Namun, menurut kepala proyek perintis tersebut, teknologi yang berkembang pesat ini tidak akan pernah bisa menggantikan kreativitas orisinal para desainer.

“Desainer mempunyai cetakan kain, pola, corak warna, sketsa awal, dan mereka mengunggah gambarnya. Kemudian sistem AI kami dapat mengenali elemen desain tersebut dan menghasilkan lebih banyak pilihan bagi para desainer untuk menyempurnakan dan memodifikasi desain aslinya,” kata Wong, menjelaskan cara kerja kecerdasan buatan tersebut.

Wong mengatakan kekuatan khusus AiDA adalah kemampuannya untuk menghadirkan semua kombinasi yang mungkin untuk dipertimbangkan oleh seorang desainer, sesuatu yang menurutnya tidak mungkin dilakukan dalam proses desain saat ini. Wong menekankan bahwa kehadiran perangkat ini adalah untuk memfasilitasi inspirasi desainer.

“Bukan menggunakan AI untuk mengambil alih pekerjaan desainer, atau untuk mengambil alih kreativitas mereka. Kreativitas asli sang desainer harus kita hargai,” tambah Wong.  

”Bagi saya, mendesain koleksi modest fashion ini, lebih sulit dari koleksi busana ’biasa’. Meski sama-sama, dibantu Kang  AI/Midjourney. Mungkin karena perbendaharaan imaji busana modest belum banyak dimiliki AI. Atau saya yang belum fasih  menemukan kata-kata kunci untuk memberi instruksinya. Tetapi mendesain dengan bantuan Kang AI/Midjourney tetap mengasikkan, bagi saya. Menantang bagaimana kreativitas kita dapat muncul nyata, mencurahkan kreativitas melalui ketikan jari-jari,” demikian jelas senior fashion educationist asal Surabaya, Aryani Widagdo dalam postingannya dalam akun Instagram aryaniwidagdo, 7 April 2024.

Mengutip pernyataan dari Susetyo Prihadi, Jurnalis Teknologi dari Uzone.id yang berbagi perspektif mengenai kecerdasan buatan. Menurut Susetyo, AI pada fashion juga bisa membantu memprediksi tren, menganalisa data penjualan, memahami referensi konsumen, mengoptimalkan proses produksi sekaligus memprediksi permintaan pasar serta mengotomatisasikan tugas-tugas yang direpitisi yang berpengaruh terhadap efisiensi biaya pra-produksi.

”Dengan AI, fashion desainer bisa berkolaborasi mencipkan produk dan layanan yang inovatif dan bertahan di industri fashion yang kompetitif. AI tidak secara langsung menggantikan fashion designer, tapi mengubah cara mereka bekerja dan membuka peluang baru,” ujar Susetyo.

Menurutnya, fashion desainer yang mampu beradaptasi dan memanfaatkan perkembangan teknologi, khususnya AI akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk sukses di masa depan.

Bagaimana menurut kamu, Stylovers?

Profil Ichwan Thoha (dok. Pribadi)

Profil Ichwan Thoha (dok. Pribadi)

(*)