Sangat penting bahwa setelah kegiatan Sisir Pesisir selesai, masyarakat setempat bisa terus melanjutkan program pemantauan terumbu karang di pesisir mereka dan terus menjaga ekosistem tersebut.
"National Geographic Indonesia sebagai media bisa menyuarakan itu. Jadi bagaimana proses itu bisa terus berlanjut," tegas Frensly.
Budi Prabowo, peneliti perikanan terumbu karang dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB University (PKSPL IPB) juga siap mendukung program Sisir Pesisir ini.
Ia menjelaskan gambaran sekilas bahwa kondisi berbagai wilayah dan masyarakat pesisir di Indonesia yang unik dan punya isu yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, kondisi pesisir di Pulau Mandangin, Madura yang masyarakatnya sering melakukan penambangan karang dan pasir, serta membuang sampah hingga merusak banyak terumbu karang di Pulau Mandangin.
"Cuma anehnya pada saat kami assess untuk kondisi ekologinya, populasi ikan terumbunya cukup banyak di lokasi yang serusak," ujar Budi.
Berbeda lagi dengan pesisir Pekalongan dengan isu tenggelamnya wilayah pesisir mereka.
Meski wilayah pesisir mereka telah atau akan tenggelam, orang-orang Pekalongan tetap bertahan di sana karena salah satu mata pencahariannya sangat bergantung pada perekonomian pesisir.
“Entah perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan lainnya," ucap Budi.
Muhammad Abrar, Peneliti Senior Bio-Ekologi Terumbu Karang di Pusat Penelitian Oseanografi BRIN, mengatakan pentingnya membangun jaringan agar bisa mendapatkan banyak data dalam kegiatan pemantauan atau survei terumbu karang di berbagai pesisir di Indonesia.
Sedangkan Yaya Ihya Ulumuddin, Peneliti Ahli Madya Bidang Ekologi Mangrove di Pusat Penelitian Oseanografi BRIN, menjelaskan bahwa ekosistem pesisir tidak hanya terumbu karang, tapi juga ada lamun dan mangrove.