Stylo Indonesia - Stylovers, penasaran dengan peluang bisnis di industri fashion dan kriya di Indonesia?
Pengembangan industri industri fashion dan kriya menjadi salah satu cakupan Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (Ditjen IKMA) di Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI.
Ternyata, masih ada banyak potensi yang bisa dieksplor dari industri ini serta dukungan pemerintah bagi pelakunya, lho!
Kali ini, Stylo Indonesia berkesempatan untuk berbincang dengan Reni Yanita selaku Direktur Jenderal IKMA Kemenperin RI.
Yuk, simak selengkapnya tentang peluang bisnis di industri fashion dan kriya yang dikembangkan oleh Ditjen IKMA Kemenperin RI berikut ini!
Cakupan Produk Industri Fashion dan Kriya
Reni menjelaskan, yang termasuk industri kriya adalah produk yang berbasis kerajinan.
Bahan bakunya beragam, bisa dari potensi alam seperti anyaman bambu, rotan, atau eceng gondok.
Bisa juga dari bahan baku batu mulia, seperti di sejumlah daerah yang menghasilkan produk perhiasan dari batu mulia, mutiara, atau batu alam yang diolah.
Kerajinan dari bahan tanah liat juga termasuk ke dalam industri kriya.
Baca Juga: Pengembangan Industri Kecil, Menengah, dan Aneka oleh Kementerian Perindustrian RI
Untuk fashion sendiri, termasuk kerajinan dari bahan baku yang dipunyai Indonesia seperti batik dan tenun.
Peluang Bisnis di Industri Fashion dan Kriya
Reni menyampaikan, Indonesia punya potensi bahan baku yang beragam sekali dari Aceh sampai Papua sehingga memiliki peluang ekspor tinggi.
Terlebih selama pandemi, ketertarikan masyarakat terhadap produk dekorasi rumah meningkat.
“Kemarin sejak pandemi, ternyata ketika kita bekerja atau sekolah di rumah, penduduk mulai aware dengan home decor. Ini menjadi peluang untuk industri kriya,” terang Reni.
Dalam program Kemenperin, produk dekorasi rumah dikenal dengan istilah furniture kecil atau mini dan masuk ke dalam pembinaan untuk industri furniture.
Reni juga menyampaikan potensi dari wastra Indonesia selain di industri fashion, tapi juga di industri furniture ini.
“Sebenarnya songket ataupun tenun dan batik sekarang ini bukan hanya sebagai sandang atau pakaian yang dipakai di acara-acara tertentu,” jelas Reni.
“Tapi kita bisa mengimplementasikannya di home decor untuk hiasan rumah ataupun peralatan makan, sudah banyak kita jumpai yang basisnya adalah batik,” lanjutnya.
Reni menambahkan, dengan permintaan tersebut, potensi industri kriya memang meningkat.
Baca Juga: Kemenperin Beri Wadah IKM Fesyen dan Kriya, Lebih Berdampak hingga Go International
“Apalagi pandemi kemarin, justru ekspornya meningkat di tengah suasana saat itu kita kesulitan kontainer,” ujar Reni berbagi cerita.
“Tapi permintaan luar negeri itu tetap banyak, karena saat pandemi orang mulai melihat ‘oh iya rumah saya ini harus saya hias’,” tambahnya.
Secara kontribusinya untuk PDB atau pertumbuhan industrinya memang masih kecil.
Namun Reni membeberkan data, dibandingkan sebelum pandemi atau tahun 2020, datanya meningkat hampir 3,6 persen.
Program Kemenperin untuk Mendukung Industri Fashion dan Kriya
Reni menyampaikan, untuk produk kriya Kemenperin memiliki program Aku Siap Ekspor.
Dalam menjalankan program ini, Kemenperin juga berkolaborasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, komunitas, dan pemerhati.
“Di sini kita kolaborasi dengan Dewan Kerajinan Nasional, juga dengan asosiasi yaitu Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia,” ujar Reni.
Upaya yang dilakukan dalam program ini, di antaranya mengkurasi semua pelaku kerajinan nasional dan di level tertentu melakukan pendampingan untuk siap ekspor.
Dalam menuju ke siap ekspornya, para pelaku industri juga difasilitasi untuk mengikuti pameran baik itu di dalam negeri maupun luar negeri.
Salah satu pameran internasional yang difasilitasi agar bisa diikuti oleh pelaku industri kriya Indonesia setiap tahunnya adalah Ambiente, gelaran pameran furniture dan kerajinan terbesar di dunia.
Baca Juga: Penjelasan Konsep Slow Fashion dan Fast Fashion pada Industri Fashion
Ditjen IKMA juga aktif melakukan webinar dan sosialisasi untuk para pelaku industri supaya bisa mendapatkan Sertifikat TKDN untuk industri kecil.
“Karena dengan adanya Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2022 kemarin, didorong belanja APBN, APBD, juga BUMN dan BUMD untuk belanja empat puluh persennya di produk UMKM,” jelas Reni. (*)
Baca Juga: Kreator Muda Siap Bersaing Lewat PINTU Incubator untuk Industri Fashion Indonesia