Pengembangan Industri Kecil, Menengah, dan Aneka oleh Kementerian Perindustrian RI

By Cerysa Nur Insani, Selasa, 11 Juli 2023 | 13:30 WIB
Reni Yanita, Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Dok. Stylo Indonesia)

Stylo Indonesia - Stylovers, sudah tahukah kamu tentang pengembangan industri kecil, menengah, dan aneka oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin RI)?

Pengembangan industri ini menjadi wewenang Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (Ditjen IKMA) di Kemenperin RI.

Pengembangan industri ini sangat penting lho, karena mendukung berjalannya berbagai usaha kecil menengah dan brand lokal di Indonesia.

Kali ini, Stylo Indonesia berkesempatan untuk berbincang dengan Reni Yanita selaku Direktur Jenderal IKMA Kemenperin RI.

Yuk, simak selengkapnya tentang pengembangan industri kecil, menengah, dan aneka oleh Kemenperin RI berikut ini!

Perbedaan Cakupan IKMA oleh Kemenperin dengan Ekonomi Kreatif di Bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Menurut penjelasan Reni, Ditjen IKMA membawahi klasifikasi baku lapangan usaha industri yang di dalamnya termasuk industri manufaktur.

Sementara industri kreatif yang ada di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) lebih kepada tujuh belas sektor yang termasuk di dalamnya ada fashion dan kuliner.

“Nah kalau di IKMA, bagaimana kami menyiapkan untuk industri fashion, dari industri kainnya, garmen, ataupun konveksi,” jelas Reni.

Terkait dengan industri kuliner yang dikembangkan di Kemenparekraf, Kemenperin khususnya Ditjen IKMA menyiapkan dari bumbu-bumbunya.

Baca Juga: Indonesian Fashion Chamber Akan Menggelar Fashion Show di Kapal Pesiar Paris!

Reni menyampaikan, banyak sekali pelaku industri kecil dan menengah (IKM) yang sudah bisa menghasilkan bumbu yang siap saji atau siap pakai.

“Jadi ketika industri kuliner itu berkembang, dia harus didukung dengan kesiapan dari bumbu-bumbu yang ada, termasuk juga bahan baku yang akan diolah,” ujar Reni.

“Misalnya banyak sekali juga pelaku IKM yang menghasilkan frozen food, baik itu basisnya olahan daging ataupun sayuran,” tambahnya.

Terlebih, saat ini sudah ada kebijakan pemerintah yaitu Indonesia Spice Up The World.

Program ini bertujuan agar kuliner Indonesia bisa dikenal di mancanegara, sehingga dibutuhkan industri pengolahan bumbunya untuk mendukung industri kuliner.

Pengembangan IKMA oleh Kemenperin

Sesuai dengan amanah di Undang-undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Ditjen IKMA ingin menempatkan IKM pada empat posisi.

Keempat posisi tersebut di antanya berdaya saing, bisa ekspor, mampu menjadi rantai pasok untuk industri besar atau faktor ekonomi lainnya, dan mampu menyerap tenaga kerja yang luas.

Terkait program untuk meningkatkan daya saing, Reni menjelaskan adanya kegiatan untuk memudahkan IKM mendapatkan bahan baku, mendapatkan bantuan-bantuan dari sisi teknologi untuk proses produksinya, maupun sertifikasi untuk produk yang dihasilkan.

Ditjen IKMA juga melakukan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) dari IKM yang dijalankan.

Baca Juga: Kemenperin Beri Wadah IKM Fesyen dan Kriya, Lebih Berdampak hingga Go International

“Kami berikan fasilitas untuk mengikutsertakan pelaku-pelaku IKM dalam pameran, baik itu di dalam negeri maupun internasional,” papar Reni.

Terakhir, Ditjen IKMA juga memfasilitasi para pelaku IKM agar mendapatkan akses pembiayaan yang lebih murah, lebih cepat, dan tidak terganggu oleh proses-proses penjaminan.

Selain untuk pelaku IKM yang sudah ada, Ditjen IKMA juga ingin menumbuhkan lagi pelaku-pelaku IKM lainnya dalam bentuk kegiatan penumbuhan wirausaha baru.

“Karena potensi sumber daya alam di Indonesia banyak, kemudian kita juga punya bonus demografi, dalam hal ini kesempatan kerja banyak sekali,” tukas Reni.

“Usia produktif berlimpah sampai dengan tahun 2030, jadi kita ingin usia produktif ini mampu menciptakan kesempatan kerja bagi teman-temannya dan minimal dia mampu menciptakan peluang kerja untuk dirinya sendiri,” lanjutnya.

Peran Perempuan Indonesia di Dunia Industri

Reni menyampaikan, saat ini tercatat jumlah pelaku usaha IKM mencapai 4,4 juta unit usaha.

Namun, dari nilai 4,4 juta tersebut, pelaku usaha perempuannya hanya 47 persen dan masih didominasi oleh laki-laki sebagai pemilik usahanya.

Di sisi lain, dari segi jumlah tenaga kerja di IKM hampir 67 persennya adalah perempuan.

“Jadi secara kepemilikan tercatat memang masih dibawah lima puluh persen, tapi untuk pekerjanya memang banyak kaum perempuan,” Reni.

Reni memaparkan, karena umumnya kegiatan IKM ini memang masih dilakukan dekat dengan rumahnya.

Baca Juga: LIMOFF 2023 Hadirkan 109 Desainer Internasional dan Nasional Sinergikan Industri Kreatif Unggulan NTB

“Jadi di sela-sela kesibukan seorang istri ataupun seorang anak yang pulang sekolah itu dia bisa mengerjakan,” tambahnya.

 “Misalnya kalau untuk yang tenun dan batik itu kebanyakan baru fokus dikerjakan di sela-sela pekerjaan rumah tangganya atau ketika sudah selesai rumah tangganya,” papar Reni.

“Dan juga menjahit atau kita kenal dengan konveksi, bordir, sulaman, itu juga banyak pekerja perempuannya,” lanjutnya.

Reni menambahkan, tenaga kerja perempuan banyak dibutuhkan di industri-industri yang berbasis kerajinan atau keterampilan sehingga membutuhkan ketelitian lebih.

Sedangkan laki-laki lebih banyak untuk pelaku IKM yang berbasis logam dan mesin.

“Tapi kalau untuk yang butuh keterampilan seperti produk kriya, umumnya memang pekerjanya ataupun pemiliknya sekalipun adalah perempuan,” tutup Reni. (*)

Baca Juga: Islam Nusantara, Menginspirasi Industri Modest Fashion di Russia Islamic World Kazan Forum 2023