Rapat 20 Menit Lalu Langsung DOR, Bharada E Bongkar Ketegangan Sebelum Eksekusi Brigadi J, Fredy Sambo Marah Hingga Putri Candrawati Menangis

By Stylo Indonesia, Selasa, 23 Agustus 2022 | 11:32 WIB
Rapat 20 Menit Lalu Langsung DOR, Bharada E Bongkar Ketegangan Sebelum Eksekusi Brigadi J, Fredy Sambo Marah Hingga Putri Candrawati Menangis (Kolase Tribun Manado/Dok. Handout)

Stylo Indonesia - Rapat 20 menit lalu langsung DOR, Bharada E bongkar situasi sebelum eksekusi Brigadir J, Fredy Sambo marah hingga Putri Candrawathi menangis.

Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J masih terus menjadi sorotan.

Setelah melakukan penyelidikan yang cukup panjang, Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka dari kasus kematian Brigadir J.

Tak berhenti sampai di situ, penyelidikan pun terus dilakukan. Dan belum lama ini Putri Candrawathi, istri dari Ferdy Sambo pun juga ditetapkan sebagai tersangka.

Setelah Putri Candrawathi ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat pasal pembunuhan berencana, kini Bharada E melalui kuasa hukumnya mengungkap rapat kecil yang diadakan Ferdy Sambo cs.

Selama kurang lebih 20 menit mereka merencanakan pembunuhan Brigadir J di lantai 3 rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling III, Kompleks Pertambangan, Duren Tiga, Jakarta Selatan atau sekitar 500 meter dari rumah dinas yang menjadi TKP.

Kala itu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka RR, dan Bharada E membahas skenario untuk menghabisi Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

"Jadi memang, ada proses waktu di lantai 3, ketika klien saya dipanggil ke dalam suatu ruangan meeting, ruangan rapat, bahwa ternyata memang sudah ada Ibu PC ini membicarakan mengenai tentang almarhum Yosua," ucap Ronny Talapessy dikutip dari YouTube TV One via Tribunnews.

Rapat, menurut Ronny, berlangsung sangat singkat bagi Bharada E.

Ronny menyebut kliennya tanpa motif.

Baca Juga: Minta Bukti Pelecehan Istri Kadiv Propam Polri yang Diperbuat Adiknya, Kakak Brigadir Yosua Memiliki Profesia Mulia, Foto Profilnya Disorot Netizen

Bharada E juga disebut hanya menerima perintah eksekusi.

Ia tidak ikut dalam perbincangan perencanaannya.

"Jadi perlu saya sampaikan, klien saya tidak berbicara, tetapi klien saya melihat bahwa ibu PC itu ada di ruangan lantai 3. Jadi pertemuannya itu Ibu PC, Pak FS, kemudian saudara RR. Kemudian yang terakhir dipanggil adalah Bharada E ini. Yang panggil itu saudara RR," ujar Ronny.

Bharada E tidak mengetahui banyak perangai kedua bosnya itu.

Namun dalam situasi pembahasan ekesekusi Brigadir J, ia melihat Putri Candrawathi menangis.

Sedangkan Ferdy Sambo dalam keadaan marah.

"Klien saya menyampaikan bahwa waktu kejadian itu Ibu PC dalam keadaan menangis. Kemudian Bapak FS ini dalam keadaan marah. Nanti detailnya, ini kan nanti menjadi pembelaan di pengadilan," beber Ronny.

Sebagai tambahan informasi seperti yang dikutip dari Antaranews, Tim Khusus Polri telah menetapkan Putri Candrawathi sebagai tersangka.

Istri Irjen Ferdy Sambo itu disangka dengan Pasal 340 KUHP subsidir Pasal 338 juncto Pasal 55 juncto Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati.

Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) dan Komnas Perempuan pun mengeluarkan sejumlah rekomendasi disamping menghormati proses hukum yang berjalan.

Baca Juga: 'Otak Jenazah Tak Ditemukan' Penemuan Baru Hasil Autopsi Ulang Brigadir J, Ungkap Kondisi Tak Wajar, Ada Lubang yang Tembus ke Mata dan Hidung

Pertama, Komnas HAM dan Komnas Perempuan menghormati kewenangan penyidik terkait penetapan PC (Putri Candrawathi-red) sebagai tersangka tewasnya Brigadir J.

Kedua, penetapan PC sebagai perempuan yang berkonflik dengan hukum dan berhadapan dengan hukum memiliki sejumlah hak yang diatur dalam KUHP, seperti hak atas pembelaan diri, praduga tak bersalah, hak atas bantuan hukum, hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan, hak kesehatan, dan sebagainya.

“Dalam kondisi ini kami mengharapkan dan merekomendasikan hak PC dihormati dan dipenuhi negara,” ucap Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga, dikutip dari KompasTV

Ketiga, mengingat kondisi psikologis PC, Komnas HAM dan Komnas Perempuan mendorong pendampingan psikolog dan psikiater tetap dilakukan sebagai hak atas kesehatan, sejak awal proses hukum dan putusan pengadilan.

Sebab, proses pendampingan psikologi membuat PC bisa memberikan keterangan untuk memperlancar kasus ini.

Keempat, pemeriksaan Komnas HAM dan Komnas Perempuan akan terus dilakukan dan berkoordinasi dengan pihak terkait. (Stylo Indonesia)

(*)

Artikel ini sudah tayang di GridPop.id dengan judul 20 Menit Sebelum DOR! Putri Candrawathi Nangis dan Ferdy Sambo Marah Saat Rapat Eksekusi Brigadir J, Bharada E Ungkap Ketegangan Situasi Saat Itu

Penulis: Arif B