Stylo Indonesia - Adanya kasus pelecehan seksual PBB yang melihatkan pegawai seniornya, kini jadi perhatian masyarakat dunia.
Bagaimana tidak, kasus pelecehan seksual PBB ini merupakan sebuah ironi.
Para korban kasus pelecehan seksual PBB telah bicara mengenai apa yang terjadi.
Namun, banyak kendala yang menghambat penyelidikan kasus pelecehan seksual PBB ini.
Dilansir dari BBC.com, Purma Sen, seorang mantan anggota senior PBB berpendapat bahwa kasus pelecehan dan korupsi di PBB ini harus segera diselidiki oleh badan independen.
Beberapa korban justru dipecat karena berusaha mengungkap dugaan pelanggaran tersebut.
Hingga kini, ada alasan utama mengapa kasus pelecehan ini tak kunjung terselesaikan.
Pelaku yang kebal diplomatik terbebas dari hukum mana pun.
PBB memiliki status hukum yang dilindungi dan staf senior memiliki kekebalan diplomatik dari semua hukum nasional.
Hal ini diberikan kepada organisasi untuk melindunginya dari gangguan saat melakukan pekerjaannya.
Tapi PBB mengatakan itu tidak diberikan untuk keuntungan pribadi staf, jadi tidak melindungi mereka yang melakukan kejahatan seperti kekerasan seksual.
Semua keluhan staf harus ditangani secara internal.
Office of Internal Oversight Services (OIOS) menangani tuduhan paling serius, termasuk klaim kriminalitas, tetapi tidak memiliki otoritas hukum.
BBC diberikan rekaman rahasia yang menunjukkan bahwa OIOS tidak selalu efektif.
Sementara itu, Djordina, korban ungkap bahwa dirinya diperkosa pada usia 15 tahun, namun penyelidikan terhadap kasusnya bak formalitas belaka.
Djordina mengaku diberi beberapa pertanyaan terkait kasusnya kemudian ia diperlakukan tak manusiawi.
Tak hanya Djordia, Martina Brostrom, korban dari Luiz Loures Sekjen PBB pun mengalami pengalaman pahit.
Martina dipecat pada tahun 2019.
Hingga kini, status gugatan yang dilayangkan oleh Martina masih dalam tahap penyelidikan. (*)
#SemuaBisaCantik