Perbedaan Self Love dan Toxic Positivity Menurut Psikolog, Belajar dari Kasus Penyanyi Lizzo

By Astria Putri Nurmaya, Selasa, 19 Oktober 2021 | 19:24 WIB
Penyanyi Hollywood Lizzo Dinilai Kelewat Self Love Saat Kenakan Busana Nyaris Telanjang, Ini Kata Psikolog! (Instagram.com/lamiscorner)

Stylo Indonesia - Stylovers, sudah pernah mendengar soal perbedaan self love dan toxic positivity sebelumnya?

Perbedaan self love dan toxic positivity menurut psikolog jadi menarik dicari tahu setelah beredar foto penyanyi Hollywood Lizzo yang dinilai kelewat self love karena tampilannya yang vulgar.

Tipisnya perbedaan self love dan toxic positivity membuat netizen bahkan mengecam tindakan self love yang menampilkan Lizzo dengan busana nyaris telanjang ini.

Yuk, simak penjelasan mengenai perbedaan self love dan toxic positivity menurut psikolog berikut ini!

Sebenarnya apakah yang dilakukan Lizzo ini termasuk self love, atau justru selfish, overconfidence, dan toxic positivity yang merupakan tindakan merugikan dirinya dan orang lain?

Baca Juga: Kelewat Self Love Sampai Nyaris Telanjang saat Hadiri Pesta, Artis Hollywood Ini Tuai Kritik Pedas Netizen Tanah Air!

Stylo Indonesia berkesempatan mewawancarai Ayoe Sutomo, M.Psi., seorang psikolog bidang anak, remaja, dan keluarga.

Penasaran apa tanggapan psikolog Ayoe Sutomo mengenai tindakan yang dilakukan Lizzo?

Dan bagaimana cara membedakan self love, selfish, overconfidence dan toxic positivity?

Biar nggak penasaran, langsung aja yuk simak penjelasan dari psikolog Ayoe Sutomo, kali ini.

Menanggapi kontroversi penyanyi Hollywood Lizzo yang dinilai kelewat self love oleh netizen, Ayoe Sutomo, M.Psi., menyampaikan pendapatnya.

Menurut Ayoe Sutomo, Self love sendiri merupakan bentuk penghargaan dari diri kita untuk diri kita sendiri dalam bentuk tindakan yang mendukung pertumbuhan fisik, psikologis dan spiritual.

"Jadi tentang bagaimana kita menghargai diri kita sebagai manusia yang layak untuk dicintai dan dihormati," jelas psikolog Ayoe Sutomo saat diwawancarai oleh Stylo.

Ayoe Sutomo, M.Psi., (https://www.instagram.com/ayoesutomo/)

Ayoe Sutomo juga memberikan contoh dari bentuk implementasi self love di kehidupan sehari-hari seperti, tidak membandingkan diri dengan orang lain, bangga dengan hasil pencapaian diri, memberikan validasi terhadap diri sendiri, serta menerima kekurangan diri kita.

Baca Juga: 5 Pertanyaan Tentang Self Love, Menjawab Seberapa Peduli Kamu dengan Kebahagiaanmu Sendiri!

Beralih ke kasus Lizzo, Ayoe Sutomo menegaskan bahwa seorang psikolog tidak bisa serta merta menilai menyebut seseorang melakukan self love atau sebaliknya.

"Karena nggak ngobrol, jadi psikolog itu nggak boleh kasih diagnosa kaya, wah dia itu nggak self love, dia itu overconfidence atau apa. Nggak tahu kan dalamnya dia seperti apa, cuma melihat tampilan luarnya saja, kita nggak bisa judging soal itu," ujarnya.

Meskipun begitu, psikolog Ayoe Sutomo akan menjelaskan lebih dalam mengenai perbedaan self love, selfish, overconfidence dan toxic positivity.

Tindakan Selfish

Menurut Ayoe Sutomo, selfish biasanya dikonotasikan dengan ketika kita terlalu banyak memberikan perhatian terhadap apa yang kita mau, apa yang kita butuhkan, dan apa yang kita inginkan, dalam jumlah berlebih.

Faktanya, selfish tidak selamanya buruk lho, Stylovers, sebab ada bad selfish, neutral selfish dan juga good selfish.

Bad Selfish: Ketika kita terlalu berfokus pada diri, pada kebutuhan kita, pada apa yang kita mau tapi tapi kemudian kita sampai melakukan upaya manipulasi yang membuat orang lain dirugikan.

Neutral Selfish: Kita mementingkan diri kita melakukan hal atau melakukan sesuatu, memberikan perhatian kepada diri kita dan kebutuhan kita tetapi kita tidak mengganggu orang lain.

Baca Juga: Self Love Penting dan Bawa Banyak Manfaat Bagi Jomblo, Yuk Terapkan Sekarang!

Good Selfish: Dua orang melakukan sesuatu, yang satu melakukan hal untuk dirinya, kemudian yang satu melakukan hal untuk dirinya. Bersama-sama melakukan hal untuk diri masing-masing tetapi output-nya adalah tidak merepotkan dan orang yang berinteraksi dengan kita itu kemudian merasa senang.

"Jadi misalnya, kita senang nonton konser dan teman kita suka nonton konser juga. Dari nonton konser bareng itu kita feels happy dan saat nonton konser berdua jadi makin senang lagi," tutur Ayoe.

"Actually, mementingkan diri kita juga sendiri kan, tapi output-nya adalah baik karena ada orang lain yang juga terhibur dan nggak merasa dirugikan serta terhibur atas tindakan yang kita lakukan," lanjutnya.

Tindakan Overconfidence

Overconfidence itu adalah keyakinan individu (buyers cognitive) terhadap kemampuan aktual yang dimiliki oleh individu, jadi ada bias. "Kemampuannya semana tapi yang diyakini lebih dari itu," tuturnya.

Bisanya orang yang bertindak overconfidence ini memiliki keyakinan bahwa dirinya jauh lebih baik dari orang lain yang padalah faktanya belum tentu demikian.

Tindakan Toxic Positivity

Sementara toxic positivity adalah keyakinan bahwa seseorang itu harus selalu punya positive mindset, harus selalu punya emosi yang positive, dan hanya mengizinkan sesuatu yang positive saja termasuk ketika orang tersebut ada masalah, jadi akhirnya over positivity.

Baca Juga: Lebih Berani Mengekspresikan Diri, Begini Cara Mencintai Diri Sendiri ala Maudy Ayunda

Misalnya saja, ada sesuatu yang buruk menimpa kita hingga membuat lelah.

Namun pikiran kita berkata "Nggak, nggak boleh capek, ini semua ada hikmahnya" "Kamu nggak boleh nangis, kamu nggak boleh sedih", dan pikiran sejenis secara terus-menerus.

Hal ini bisa membuat seseorang menjadi 'denial' terhadap perasaan sedihnya, akhirnya akan jadi toxic positivity.

Jadi untuk mengetahui apakah tindakan yang kita lakukan self love atau justru sudah mengarah ke selfish, overconfidence dan toxic positivity yaitu ketika self love itu tidak lagi soal 'tidak membandingkan diri', ketika self love tidak lagi dikaitkan dengan 'saya merasa cukup dengan diri saya', intinya sudah keluar dari pengertian dan bentuk implementasi self love itu sendiri.

Nah jadi, yang tahu apakah tindakan kita lakukan termasuk self love, selfish, overconfidence dan toxic positivity adalah diri kita sendiri yang bisa mengukurnya. (*)