Stylo Indonesia - Sejumlah penelitian terus dilakukan terhadap pandemi Covid-19.
Tak terkecuali kisah peneliatian jenazah korban Covid-19 yang membuat peneliti ini mendadak syok usai melakukan pembedahan terhadap tubuh jenazah pasien covid-19.
Sesuatu yang belum pernah di temui sebelumnya, terdapat pada bagian dalam tubuh korban yang meninggal akibat virus corona.
Hal itu terjadi usai seorang ilmuwan China membedah salah seorang korban.
Tubuh yang diotopsi merupakan jenazah dari seorang pria berusia 50 tahun.
Ia disebtukan sudah meninggal akhir Januari lalu akibat virus corona.
Melansir The Lancet, ini berdasarkan otopsi yang dilakukan para ahli dari Pusat Medis Kelima Rumah Sakit Umum, Tentara Pembebasan Rakyat di Beijing.
Baca Juga: Pantesan Wajah Kamu Jadi Jerawatan Komedoan Gara-gara 4 Hal Ini, Stop Lakuin Ya!
Rupanya dalam tubuh korban terdapat situasi yang mirip dengan wabah SARS, penyakit yang pernah menyerang China Selatan tahun 2002-2003.
Pada saat itu SARS menewaskan lebih dari 800 orang dan lebih dari dua lusin negara saat itu juga merasakan dampak dari wabah tersebut.
Sementara itu wabah MERS mewabah tahun 2012, pertama kali diidentifikasi di Arab Saudi menyebabkan 860 kematian secara global.
Peristiwa ini terjadi beberapa waktu lalu.
Pria yang diotopsi di Beijing itu memiliki gejala awal pada 14 Januari kemudian meninggal dua minggu kemudian.
Baca Juga: Pantesan Wajah Kamu Jadi Jerawatan Komedoan Gara-gara 4 Hal Ini, Stop Lakuin Ya!
Setelah itu dia mendonasikan tubuhnya untuk bahan penelitian jika dirinya meninggal, namun akhirnya dia benar-benar tewas.
Kemudian setelah ilmuwan melakukan peneliti dengan otopsi temukan pada alveoli di kedua paru-parunya mengalami kerusakan.
Juga ditemukan cedera pada hatinya yang kemungkinan disebabkan oleh virus corona.
Ada kerusakan yang kurang substansial pada jaringan jantung, menunjukkan bahwa infeksi "mungkin tidak secara langsung merusak jantung."
Peneliti mengatakan, bahwa pengobatan antiinflamasi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak boleh secara rutin digunakan di luar uji klinis.
Wa Fu-sheng dan Zhao Jingmin dua rekan penulis itu tidak mampu menghadapi kometar lebih lanjut.
Tapi mereka mencatat dalam penelitian ini bahwa tidak ada patologi yang ditemukan, sebelum kasus virus corona.
Baca Juga: Cara Pakai Essence untuk Wajah Glowing dan Cerah yang Tepat Menurut Ahli Dermatologi
Wabah ini telah menyebabkan sekitar 74.000 orang terinfeksi dan lebih dari 2.000 orang meninggal, sementara yang disembuhkan sekitar 16.000 orang.
Lebih dari 25 negara telah melaporkan infeksi virus corona, dan memicu kekhawatiran bahwa wabah tersebut oleh WHO digolongkan sebagai darurat global.
Sebuah studi terpisah yang diterbitkan dalam The Lancet oleh para spesialis dari University of Edinburgh pada 7 Februari berpendapat bahwa, tentang penggunaan kortikosteroid.
Baca Juga: Pengertian Afterplay Beserta Manfaatnya, Makin Nikmat Setelah Berhubungan Intim!
Suatu kelas hormon steroid banyak digunakan selama wabah SARS dan MERS dan telah dicoba pada pasien virus corona baru.
Studi pengamatan menyarankan penggunaannya untuk mengurangi peradangan dapat menyebabkan komplikasi termasuk diabetes, kematian jaringan tulang dan penundaan pengangkatan virus.
Lima ilmuwan China yang dipimpin oleh Lianhan Shang dari Universitas Pengobatan China Beijing, menerbitkan tanggapan terhadap penelitian yang mendorong penggunaaan kortikosteroid dalam kasus tertentu.
Tanggapan ini mengakui risiko penggunaan kortiskosteroid dosis tinggi pada pasien virus corona, termasuk potensi infeksi lainnya.
Tapi mungkin dibenarkan untuk pasien yang sakit kritis dengan peradangan yang signifiasinnya terletak di paru-paru mereka. (*) Cece/Stylo
Artikel ini telah tayang di GridHits.id dengan judul "Pelajaran Buat Semua, Jasad Korban Virus Corona Dibedah, Seorang Ahli Syok Temukan Fakta di Luar Nalar" Penulis: Hanifa Qurrota A'yun, Editor: Rachel Anastasia Agustina