Stylo Indonesia - Stylovers, tahukah kamu bahwa pewarna alami tekstil ternyata terbuat dari berbagai sumber alami yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya?
Selain tumbuh-tumbuhan, beberapa serangga ternyata juga digunakan sebagai bahan pewarna alami tekstil, lho!
Pewarna alami tekstil ini sudah digunakan sejak jaman nenek moyang kita untuk mewarnai kain dan membuat berbagai macam kreasi.
Tak disangka, ternyata pewarna alami tekstil ini juga masih digunakan untuk beberapa hal di masa modern ini, lho!
Dilansir dari fashion-history.lovetoknow.com, inilah deretan bahan yang digunakan untuk pewarna alami tekstil!
Pewarna alami diperoleh dari sumber alami. Sebagian besar berasal dari tumbuhan dan diekstrak dari akar, kayu, kulit kayu, buah beri, lumut, daun, bunga, kacang-kacangan, dan biji-bijian.
Lainnya berasal dari serangga, kerang, dan senyawa mineral.
Pewarna alami adalah satu-satunya sumber warna untuk tekstil, kulit, keranjang, dan bahan lainnya sampai pewarna sintetis dikembangkan pada paruh kedua abad -19.
Hingga saat ini pewarna alami masih digunakan dalam jumlah kecil oleh seniman dan pengrajin.
Penggunaan pewarna alami di saat ini menjadi alternatif atas kekhawatiran tentang dampak pencemaran lingkungan dari pewarna sintetis.
Pewarna alami adalah sumber daya yang terbarukan. Namun, saat ini pewarna alami sulit untuk bersaing dengan pewarna sintetis yang tersedia dalam lebih banyak warna.
Padahal, beberapa pewarna alami justru memiliki ketahanan yang sangat baik terhadap cahaya, bahan pembersih, air, dan keringat.
Bukti sejarah penggunaan pewarna alami tekstil muncul di banyak bagian dunia.
Orang Mesir kuno, Fenisia, dan Peru dikenal karena teknik pewarnaannya yang sangat baik. Para pewarna teksil di Italia termasuk yang terbaik dari zaman Romawi hingga abad keenam belas.
Pewarna dari India paling unggul dalam pewarnaan bahan katun. Pewarna di China memiliki spesialisasi dalam pewarnaan sutra.
Pewarna alami adalah barang perdagangan utama sepanjang sejarah sampai adanya perkembangan pewarna sintetis.
Meski sudah banyak digantikan dengan pewarna sintetis sejak awal abad ke-20, sebagian besar pewarna alami ini tetap penting bagi seniman, pengrajin, dan produsen produk niche hingga sekarang.
Pewarna kuning adalah pewarna alami yang sumbernya paling banyak, tetapi sebagian besar memiliki warna yang lemah dengan ketahanan cahaya yang buruk.
Baca Juga: Chitra Subyakto, Desainer yang Angkat Batik Lokal Gaya Internasional
Pewarna kuning utama di Eropa adalah las (Reseda luteola), yang memiliki ketahanan ringan lebih baik daripada pewarna kuning dari Asia seperti saffron, safflower, dan quercitron (Quercus tinctoria nigra).
Pewarna merah biasanya menggunakan tumbuhan seperti kayu madder atau serangga.
Pewarna yang bersumber dari serangga seperti cochineal dari Amerika Tengah dan Selatan, kermes dari wilayah Mediterania, dan lac (Lakshadia chinensis dan communis) dari Asia digunakan untuk menciptakan warna merah.
Warna indigo diekstraksi dari batang dan daun tumbuhan spesies Indigofera dari India, Amerika Tengah, dan Afrika dan dari woad (Isatis tinctoria) dari Eropa.
Indigofera yang berasal dari India, digunakan untuk katun, wol, dan sutra.
Kayu gelondongan (Haematoxylon campechiancum L.) dari Amerika Tengah adalah salah satu pewarna hitam paling penting yang juga digunakan untuk warna biru dan ungu.
Kenari hitam (Juglans nigra) digunakan pada abad kedua puluh satu untuk menghasilkan pewarna hitam dan coklat yang substantif.
Pewarna ungu merupakan salah satu warna alami yang paling sulit diciptakan dalam jumlah besar.
Awalnya warna ungu bisa didapatkan dari kerang spesies Murex yang ditemukan di Laut Mediterania dan Purpura yang ditemukan di sepanjang pantai Amerika Tengah.
Orchil, pewarna ungu utama lainnya, berasal dari lumut.
Pewarna alami paling sering diproses dengan cara berikut ini, zat warna dipanen atau dikumpulkan, direndam dalam air selama beberapa jam, dan dipanaskan dengan api kecil selama kurang lebih satu jam atau lebih untuk mengekstraksi zat warna.
Baca Juga: Memahami Kisah Penenun dengan Mengenal Tenun Torajamelo di Asian Textiles Exhibition
Ekstrak dituangkan ke dalam panci lain dan air ditambahkan untuk mencapai volume bak pewarna yang diinginkan.
Tekstil basah yang telah disiapkan sebelumnya dimasukkan ke bak pewarna, kemudian dipanaskan dengan api kecil selama kira-kira satu jam. Setelah rendaman celup dingin, tekstil diangkat.
Beberapa pencelup membilasnya terlebih dahulu sebelum membiarkan tekstil mengering. Pencelup lain lebih suka mengeringkan tekstil selama beberapa hari sebelum dibilas.
Salah satu teknik pewarnaan yang masih dilakukan hingga saat ini dan kerap menggunakan pewarna alami tekstil adalah tie dye.
Nah, itu dia Stylovers deretan bahan yang digunakan untuk pewarna alami tekstil. Ternyata, alam memang memiliki berbagai manfaat yang kaya, ya! (*)