Bukti sejarah penggunaan pewarna alami tekstil muncul di banyak bagian dunia.
Orang Mesir kuno, Fenisia, dan Peru dikenal karena teknik pewarnaannya yang sangat baik. Para pewarna teksil di Italia termasuk yang terbaik dari zaman Romawi hingga abad keenam belas.
Pewarna dari India paling unggul dalam pewarnaan bahan katun. Pewarna di China memiliki spesialisasi dalam pewarnaan sutra.
Pewarna alami adalah barang perdagangan utama sepanjang sejarah sampai adanya perkembangan pewarna sintetis.
Meski sudah banyak digantikan dengan pewarna sintetis sejak awal abad ke-20, sebagian besar pewarna alami ini tetap penting bagi seniman, pengrajin, dan produsen produk niche hingga sekarang.
Pewarna kuning adalah pewarna alami yang sumbernya paling banyak, tetapi sebagian besar memiliki warna yang lemah dengan ketahanan cahaya yang buruk.
Baca Juga: Chitra Subyakto, Desainer yang Angkat Batik Lokal Gaya Internasional
Pewarna kuning utama di Eropa adalah las (Reseda luteola), yang memiliki ketahanan ringan lebih baik daripada pewarna kuning dari Asia seperti saffron, safflower, dan quercitron (Quercus tinctoria nigra).
Pewarna merah biasanya menggunakan tumbuhan seperti kayu madder atau serangga.
Pewarna yang bersumber dari serangga seperti cochineal dari Amerika Tengah dan Selatan, kermes dari wilayah Mediterania, dan lac (Lakshadia chinensis dan communis) dari Asia digunakan untuk menciptakan warna merah.
Warna indigo diekstraksi dari batang dan daun tumbuhan spesies Indigofera dari India, Amerika Tengah, dan Afrika dan dari woad (Isatis tinctoria) dari Eropa.
Indigofera yang berasal dari India, digunakan untuk katun, wol, dan sutra.