Stylo Indonesia - Stylovers, kamu mungkin sudah tak asing dengan jenis bahan kain yang satu ini yaitu kain tule atau yang juga sering disebut tille.
Di bidang seni kain tule sangat identik dengan rok tutu yang digunakan oleh para balerina, pada berbagai karya desainer mancanegara pun kain tule sering kali dikreasikan pada busana yang bergaya feminin.
Di Indonesia sendiri, kain tule paling sering digunakan untuk gaun mulai dari kasual hingga formal seperti gaun pengantin.
Apakah karakteristik kain tule yang tampak lembut dan delicate membuat kreasinya terbatas pada busana feminin saja?
Dilansir dari Fashionista, inilah sejarah kain tule dan berbagai kreasi yang bisa dihasilkan dengan penggunaannya.
Sering dikaitkan dengan pakaian pengantin dan kostum balerina, kualitas halus dan transparan dari jaring yang ringan dan halus dari kain tule telah menjadi simbol kontradiksi yang terkait dengan femininitas: halus namun kuat, murni tetapi seksi.
Baca Juga: Incantesimo, Fashion Show Tunggal Sebastian Gunawan yang Terinspirasi dari Struktur Bangunan
Kain tule telah digunakan di catwalk dalam beberapa tahun terakhir, muncul di runway Musim Semi 2018 Saint Laurent, Moschino, Alexander McQueen, Oscar de la Renta, dan beberapa lagi.
Sejarah Kain Tulle
Sejarawan percaya bahwa, pada awalnya, tule ditenun dengan susah payah dengan tangan menggunakan metode yang mirip dengan produksi renda mulai sekitar tahun 1700-an.
Tule modern (juga dikenal sebagai bobbinet) pertama kali diproduksi setelah mesin tenun kompleks yang dapat memproduksi kain secara efisien dipatenkan pada tahun 1809.
Setelah itu, tule menjadi bagian penting dari gaun pengantin kelas atas, gaun malam, dan pakaian dalam.
Setelah sempat menjadi tekstil yang sangat mahal dan mewah, tule akhirnya tersedia secara massal berkat pengenalan serat sintetis yang lebih murah seperti nilon, rayon, dan poliester.
Selama abad ke-19 dan ke-20, tule semakin populer karena sejumlah alasan.
Kain tule menjadi salah satu bahan yang paling umum digunakan untuk gaun malam, terutama setelah aktris abad pertengahan Grace Kelly mengenakan rok tule tebal dalam film "Rear Window" tahun 1954.
Kain tule yang ringan dapat dilapisi untuk menciptakan rok lebar besar yang menutupi kaki wanita sambil menonjolkan pinggang dan dadanya.
Kain tule juga biasa digunakan di atas penutup kepala pengantin wanita hingga saat ini.
Eksplorasi Kain Tulle
Banyak perancang busana modern mulai mempertanyakan aspek femininitas pada penggunaan tulle.
Rei Kawakubo dari Comme des Garçons mulai melakukan gebrakan dengan koleksi "Biker + Ballerina" untuk Musim Semi 2005.
Baca Juga: Inspirasi Dress Hijab Kekinian ala Anisa Rahma yang wajib Dimiliki
Koleksi ikonik ini menyandingkan kualitas maskulin dari jaket kulit boxy dengan rok tutu pink berenda untuk menggambarkan karakter yang dimiliki perempuan modern: kecepatan, ketangguhan, dan disiplin diri yang ketat.
Tapi perancang busana bukan satu-satunya yang membuat pernyataan menggunakan tule.
Tidak ada yang bisa melupakan penampilan Madonna dalam "Like a Virgin" dengan gaya pengantin yang memadukan rok tule dengan elemen lingerie.
Penggunaan Kain Tulle di Masa Modern
Belakangan ini, para desainer sangat tertarik untuk menggunakan tule dengan cara yang lebih tidak tradisional, seperti memadukannya dalam pakaian olahraga dan pakaian pria.
Bahkan Giambattista Valli menyela parade gaun malam ultra-femininnya yang biasa untuk menunjukkan lapisan tule ringan yang ditata di atas celana yang disesuaikan dan dipadukan dengan blazer sebagai bagian dari koleksi couture 2015 brand tersebut.
Kemudian ada pertunjukan debut Maria Grazia Chiuri sebagai direktur kreatif Christian Dior pada bulan September 2016.
Memahami kekuatan streetwear untuk menarik kaum milenial, Grazia Chiuri memadukan rok tule mewah dengan kenyamanan pakaian olahraga.
Karena perbedaan gender semakin menjadi tidak terlalu kaku di dunia fashion, tule juga mulai digunakan pada pakaian pria, meskipun tidak terlalu sering.
Desainer ikonoklastik Belgia, Walter Van Beirendonck, menggunakan tule ke dalam koleksi busana pria Musim Semi 2015 sebagai dorongan untuk mengubah konstruksi dasar busana pria, menghiasi panel tule panjang yang menyerupai kerudung pengantin di atas jaket pakaian pria yang disesuaikan.
Dua tahun lalu, divisi pakaian pria House of Dior diambil alih oleh Kim Jones, yang meluncurkan koleksi pertamanya untuk brand tersebut pada bulan Juni.
Alih-alih mengikuti gaya streetwear mewah yang dikenalnya, Jones memilih untuk tampil habis-habisan dengan fantasi romantis, memasukkan banyak teknik tradisional dari couture wanita ke dalam pakaian pria modern yang segar.
Baca Juga: Norma Hauri Hadirkan Tema KERATON pada Tren Modestwear 2019
"Gender tidak penting lagi, ini tahun 2018," kata Jones kepada pers.
Kemeja organza dan tulle putih transparan, sulaman tangan dengan bulu halus bergaya kerudung pengantin couture, hanyalah salah satu cara sang desainer mendukung pernyataannya.
Berawal sebagai kain yang sangat feminin untuk pengantin wanita, balerina, dan pelanggan couture kaya, demokratisasi tule telah membantu menyebarkan pesan bahwa fashion populer dan peran gender bukan lagi aturan ketat yang harus diikuti oleh semua orang.
Dalam kreasi yang modern, tule bebas dikenakan oleh siapapun.
Nah, itu dia Stylovers eksplorasi bahan kain tule yang ternyata tidak terbatas pada busana feminin saja. Menarik, bukan? (*)