Stylo Indonesia - Golongan orang di usia muda memang sering dianggap memiliki imun tubuh yang lebih baik dibanding orang dewasa dan lanjut usia.
Akan tetapi, di tengah pandemi Covid-19 ini ternyata orang-orang muda juga menyumbang angka peningkatan kasus virus corona selain orang dewasa dan lanjut usia, dilansir Stylo Indonesia dari Kompas.com.
Laporan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) itu merupakan hasil analisis data dari 50 negara bagian dan distrik di Kolombia.
Ditemukan 20 persen kasus antara Maret hingga Agustus terjadi pada kelompok usia antara 20-29 tahun, persentasenya lebih tinggi daripada kelompok usia lainnya.
CDC juga mengungkapkan penurunan usia rata-rata orang yang terinfeksi virus, di bulan Mei usia rata-rata pasien adalah 46 tahun, menjadi 38 tahun pada Agustus.
Peningkatan kasus Covid-19 di kalangan anak muda sering kali mendahului wabah pada orang dewasa yang lebih tua.
Tren ini paling jelas terlihat di area Tenggara, di mana masuknya kasus kelompok usia 20- 29 tahun terlihat lebih dulu, sembilan hari sebelum wabah di wilayah itu menyerang dewasa usia 40-59.
Negara bagian Florida, Arizona, Texas, dan Louisiana mengalaminya lonjakan besar kasus Covid-19 selama musim panas, beberapa di antaranya dikaitkan dengan aktivitas di bar dan pesta persaudaraan.
Lusinan perguruan tinggi dan universitas saat ini sedang berjuang melawan wabah. Perkembangan itu tampaknya tidak unik di AS.
Para penulis laporan mencatat adanya pergeseran usia pasien di Eropa selama jangka waktu ini, dengan usia rata-rata turun dari 54 tahun selama Januari hingga Mei, menjadi 39 tahun selama bulan Juni dan Juli.
Selama dua bulan terakhir, hampir 20 persen kasus terjadi di antara usia 20 hingga 29 tahun dan merupakan porsi terbesar dari keseluruhan kasus, angkanya mirip dengan kasus di AS.
Pakar penyakit menular dan sarjana senior di Pusat Keamanan Kesehatan Universitas Johns Hopkins, Dr. Amesh Adalja, mengaku tidak heran dengan fakta bahwa orang muda mengalami infeksi virus dalam jumlah besar.
“Kami telah melihat perubahan demografis pada infeksi, dan itu bukan hanya karena kemampuan untuk menguji kaum muda," kata Adalja.
Baca Juga: Bisa Bakar Kalori, Inilah Posisi Bercinta yang Cocok Buat Pemilik Perut Buncit!
Tetapi, orang yang lebih muda cenderung lebih toleran terhadap risiko. Maksudnya, mereka cenderung terlibat dalam perilaku berisiko.
Orang yang lebih tua menurutnya cenderung lebih berhati-hati dalam menghadapi bahaya.
Gagasan bahwa anak muda mungkin lebih kebal terhadap virus mungkin juga memicu perilaku tersebut.
Baca Juga: Tips Memilih Sunscreen Sesuai Jenis Kulit Menurut Pakar, Jangan Asal Pakai!
Namun, Wakil Direktur Penyakit Menular CDC, Dr. Jay C. Butler pernah membantah anggapan tersebut pada akhir Juni lalu.
"Meskipun mereka mungkin berisiko lebih rendah dari kematian atau infeksi parah akibat Covid-19, tidak berarti bahwa mereka sama sekali tidak dapat terinfeksi atau tidak biaa menularkannya kepada orang lain," katanya.
Adalja setuju bahwa orang-orang muda tidak sepenuhnya kebal terhadap Covid-19. Sebab, orang-orang dengan penyakit penyerta, seperti asma, masih memiliki risiko mengalami Covid-19 parah.
Selain itu, orang muda berusia sekitar 26 tahun dilaporkan sebagai "long-haulers", atau berpotensi mengalami efek samping jangka panjang, meski sudah beberapa bulan setelah pulih dari infeksi virus.(*)Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Orang Muda Tak Kebal Infeksi Covid-19 dan Alami Gejala Menetap", Penulis : Nabilla Tashandra, Editor : Lusia Kus Anna