Stylo Indonesia - Pandemi Covid-19 hingga saat ini masih terus terjadi, tak hanya di Indonesia tetapi melanda hampir di seluruh dunia.
Persebaran virus corona yang sangat cepat dan bisa melalui udara, membuat beberapa negara menerapkan kebijakan yang ketat, seperti lockdown.
Pada awal masa pandemi, hampir semua negara menerapkan kebijakan tersebut. Namun, berbeda dengan Swedia.
Saat mayoritas negara di Eropa melakukan karantina wilayah untuk menanggulangi pandemi COVID-19, Swedia jadi negara satu dari sedikit negara yang membiarkan kehidupan masyarakatnya berjalan seperti biasa.
Swedia sempat disebut negara "tersantai" dalam menangani virus corona, meski menuai banyak pertanyaan.
Kenapa Swedia Tak Terapkan Lockdown?
Di Swedia, ada lebih banyak imbauan daripada peraturan ketat.
Anjuran utama pemerintah adalah tetap berada di rumah, terutama kalau sedang sakit atau orang berusia lanjut.
Mencuci tangan, menghindari aktivitas di luar rumah yang enggak penting, dan bekerja dari rumah adalah anjuran yang diutamakan pemerintah.
Mayoritas warga Swedia setuju terhadap hal itu. Kecenderungan itu muncul dalam survei nasional yang dilakukan Novus, firma jajak pendapat di Swedia.
Baca Juga: 3 Zodiak Paling Cantik dengan Rambut Lurus Berkilau, Kamu Termasuk?
Berbagai Faktor
Terdapat kepercayaan yang tinggi oleh masyarakat Swedia terhadap pemerintah.
Itulah yang dipercaya mendorong mereka secara sukarela menjalankan anjuran pemerintah.
Selain itu, demografi juga jadi faktor kunci dalam pertimbangan kebijakan pemerintah Swedia terhadap COVID-19.
Berbanding terbalik dengan Indonesia dan negara lain yang dalam satu rumah tangga terdiri dari beberapa generasi usia, lebih dari setengah rumah tangga di Swedia cuma terdiri dari satu orang.
Fakta itu menurunkan tingkat penyebaran virus corona di antara anggota keluarga.
Di sisi lain, masyarakat Swedia sangat suka dengan aktivitas luar ruangan. Itu juga yang jadi pertimbangan pemerintah.
Membiarkan warga menjaga kesehatan mental dan fisik meyakinkan pemerintah Swedia menghindari peraturan yang memaksa warga mereka terkurung di rumah.
Lalu, bagaimana hasilnya?
Membuahkan Hasil
Meski cara 'santai' ini sempat banyak diragukan, tapi sekarang justru terlihat membuahkan hasil.
Saat kasus-kasus COVID-19 di Eropa kembali meningkat, di Swedia angka penambahannya justru menurun meski enggak lakukan lockdown dari awal pandemi.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Produk Lokal Obat Totol Jerawat Berkualitas
Memang, tingkat infeksi Swedia pernah jadi yang tertinggi di Eropa, tapi sekarang lebih rendah daripada Inggris, Spanyol, Perancis, atau Italia.
Diberitakan Daily Mail pada Jumat (11/9/2020), minggu lalu Swedia melakukan sejumlah tes virus corona, tapi cuma 1,2 persen yang positif lagi.
Angka ini adalah yang terendah di sana sejak pandemi.
Mulai "bersihnya" Swedia membuatnya dihapus dari daftar karantina Inggris, dan membuka kembali pintu bagi pariwisata dan perekonomiannya.
Lalu, bagaimana cara santai Swedia bisa menjinakkan virus corona?
Baca Juga: Rekomendasi Online Shop Anting-anting Ala Nagita Slavina di Bawah 200 Ribu Rupiah
Ahli epidemiologi di negara Nordik itu enggak memandang masker sebagai cara efektif, dan bersikeras lockdown penuh juga enggak akan mencegah kematian di ruang perawatan.
Namun warga Swedia dengan taat selalu melakukan dua hal mendasar, yaitu cuci tangan dan social distancing.
"Alasan di balik penularan yang relatif rendah sekarang sebagian besar karena banyak warga Stockholm mengikuti anjuran untuk tetap di rumah saat sakit, mencuci tangan, dan menjaga jarak," ujar Per Follin kepala badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular Stockholm.
Tingkat kepercayaan yang tinggi pada pihak berwenang jadi alasan kenapa tindakan pencegahan virus bisa bersifat sukarela bukan paksaan.
Strategi ini mendapat pujian dari WHO sebagai model berkelanjutan untuk mengatasi virus.
Para petinggi Swedia pun mengatakan, akan menerapkan pembatasan lunak lebih lama.
Tingkat infeksi Swedia adalah yang tertinggi di Eropa pada pertengahan Juni, dengan hasil skrining menunjukkan lebih dari 1.000 orang positif corona per hari.
Baca Juga: 3 Cara Pakai Maskara Agar Hasilnya Tidak Menggumpal, Jadi Lentik Tanpa Extension!
Kemudian pada 15 Juni Swedia mencatatkan rata-rata 101 kasus per 1 juta orang per hari di 1 pekan, sedangkan tertinggi berikutnya di Eropa adalah Belarus dengan 79 kasus.
Angka kematian di Swedia juga sempat lebih banyak daripada gabungan Norwegia, Denmark, dan Finlandia, dengan 5.843 kematian.
Akan tetapi situasinya sekarang berbalik total 3 bulan sejak saat itu.
Infeksi virus corona melonjak di sebagian besar Eropa tetapi mencapai titik terendah di Swedia.
Swedia mengumumkan 7.131 kasus baru pada Agustus, turun dari 11.971 kasus di Juli bahkan 30.909 di Juni.
Tingkat infeksi tertinggi di Eropa Barat sekarang dipegang Spanyol (200 kasus per 1 juta orang) dan Perancis (118).
Swedia jauh di bawah mereka dengan 17 kasus per 1 juta warganya.
Baca Juga: Rekomendasi Essence untuk Kulit Kering dan Kusam di Bawah 100 Ribu Rupiah
"Tujuan dari pendekatan kami adalah agar orang-orang itu sendiri yang memahami kebutuhan untuk mematuhi rekomendasi dan anjuran yang ada," kata kepala badan kesehatan Johan Carlson di konferensi pers.
"Tidak ada cara lain sebelum ada tindakan medis, terutama vaksin. Warga Swedia telah melakukannya sepenuh hati," lanjutnya dikutip dari Daily Mail.
Swedia enggak menerapkan herd immunity, tapi para pejabatnya merasa hal itu secara bertahap akan membantu membatasi penyebaran penyakit.
Baca Juga: Cara Memilih Skincare untuk Merawat Kulit Sensitif dengan Tepat, Cari Tahu Yuk!
Meski begitu para ilmuwan belum sepenuhnya yakin secara tepat berapa banyak atau berapa lama kekebalan muncul setelah pulih dari COVID-19.
Studi dari Royal Society of Medicine Inggris bulan lalu menemukan, cuma 15 persen orang di Stockholm yang punya antibodi virus ini pada Mei 2020. (*) Cece/Stylo
Artikel ini telah tayang di kids.grid.id dengan judul "Tak Pernah Terapkan Lockdown, Cara Santai Negara Ini Tangani Virus Corona Buahkan Hasil, Kok Bisa?" Penulis : Danastri Putri, Editor : Regina Pasys