Stylo.ID - Global Talents Digital merupakan acara fashion berskala internasional pertama yang menggabungkan metode online dan offline (hybrid) diluar jadwal musim (off-season).
Acara ini diselenggarakan oleh Fashion Futurum Initiative dengan dukungan Russian Fashion Council serta Mercedes-Benz Fashion Week Russia.
Keberhasilan acara ini mencatat 2.5 juta views pada sosial media, 100+ liputan berbagai media internasional dan ditayangkan langsung pada 100 website di seluruh dunia.
Setelah sukses diselenggarakan pada bulan Juni 2020, Global Talents Digital telah siap dengan edisi keduanya yang akan diselenggarakan pada tanggal 4-6 September 2020 dengan tema baru, SUSTAINABILITY (keberlanjutan).
Para desainer baru dari seluruh dunia akan hadir dengan menampilkan koleksi terbarunya kepada para pelanggan, media, pembeli, penata busana dan pelaku industri lainnya melalui video presentasi, siaran langsung, teknologi Augmented Reality (AR) ataupun Virtual Reality (VR).
Baca Juga: Muslim Fashion Festival 2021 Siap Digelar Offline di Era New Normal!
Konsep sustainability yang diusung dalam koleksi para desainer tersebut mencakup upcycling, recycling, ethical fashion, slow fashion hingga zero waste.
Melalui jumpa pers ini, IIndonesian Fashion Chamber atau IFC dengan bangga mengumumkan 5 desainer anggotanya yang telah lolos kurasi dan akan berpartisipasi dalam pagelaran Global Talents Dogital. Mereka adalah:
1. Gregorius Vici - IFC Semarang Chapter
Koleksinya yang akan dipamerkan nanti terinspirasi dari limbah bahan batik, yang menjadi object mata pencaharian tambahan oleh salah satu keluarga Pengayuh Becak, dimana bahan tersebut biasa di setorkan ke tengkulak di Pasar untuk dijual.
Seperti yang diketahui, batik merupakan wastra Nusantara yang dibuat secara tradisional dengan beragam hias pola batik tertentu menggunakan teknik celup dan malam atau lilin untuk membatik.
Pengerjaan batik tulis maupun cap tersebut memerlukan waktu yang sangat panjang yakni mulai dari menggambar kemudian menggunakan lilin sebagai sarana membuat gambar serta pencelupan warna yang dilakukan berulang kali sehingga menghasilkan wastra yang mempesona sehingga sampai kain perca nya pun masih memiliki nilai meskipun hanya merupakan potongan saja.
Untuk proses batik yang sedemikian rupa dan membuatnya tetap berharga dan indah, kain perca tersebut diolah lagi menjadi sehelai kain melalui teknik patchwarok sehingga menghasilkan bentuk kain yang baru untuk membuat busana tanpa membuang sisa2 kain tersebut.
Pengolahan sisa kain yang didapat berasal dari para penjaja kain batik bekas yang kehidupannya sehari hari adalah pengayuh becak beserta keluarganya yang memang mengandalkan penghasilan dari kain perca tersebut sebagai kebutuhan hidup mereka seharu hari.
Dari sini, tujuan mereka adalah merangkul pedangang kain perca sebagai ke perdulian kita terhadap keberlangsungan hidup ekonomi dan pemberdayaan manusia secara luas