Stylo.ID - Baru-baru ini jagat sosial media kembali heboh karena isu pelecehan seksual.
Sebuah pengakuan mengejutkan viral di Twitter dari seorang korban yang membuat sebuah utas.
Pada thread yang dibuat oleh akun @m_fikris menjelaskan bahwa dalam aksinya, Gilang meminta korbannya diikat menggunakan lakban lalu "dibungkus" dengan kain jarik seperti jenazah.
Baca Juga: Apa yang Dimaksud Fetish dalam Berhubungan Seks? Simak Agar Kamu Makin Lihai di Ranjang!
Banyak warganet yang mengatakan bahwa ketertarikan Gilang itu sebagai fetish.
Sebenarnya normalkah seseorang memiliki fetish?
Seperti yang dilansir Stylo.ID dari Kompas.com, psikiater dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ menjelaskan bahwa fetish didefinisikan sebagai ketertarikan akan sesuatu hal non-genital atau non-seksual.
Secara umum manusia atau makhluk hidup akan memiliki gairah seksual ketika melihat sesuatu yang sifatnya seksual misalnya, alat kelamin atau anggota tubuh lainnya.
Sedangkan pada fetish ini gairah seksual justru muncul justru bukan dari benda-benda seksual.
Baca Juga: 10 Jenis Fetish Seksual yang Wajib kamu Ketahui, Cari Tahu Yuk!
“Misalnya, gairah seksualnya timbul karena melihat high heels, atau saat melihat orang memakai seragam tertentu,” ujar Andreas kepada Kompas.com saat dihubungi, Jumat (31/7/2020).
Andreas mengatakan bahwa memiliki fetish adalah hal yang wajar, asalkan masih dalam batas yang normal.
“Karena ini kayak variasi dalam aktivitas seksual,” ujarnya.
Fetish pada setiap orang disebut berbeda-beda tergantung dari kecenderungannya untuk tertarik pada sesuatu secara seksual.
“Tergantung dengan pengalaman mereka saat kecil, saat tumbuh besar, bagaimana dia mengeksplore seksualitasnya. Sehingga orang memiliki fetish yang berbeda-beda,” ungkap Andreas.
Normal asal tidak ada paksaan
Tentang kasus fetish Gilang pada kain jarik yang saat ini sedang viral dibicarakan, menurut Andreas, fetish adalah sesuatu yang normal jika dilakukan dengan persetujuan.
“Dalam kasus ini yang masalah lebih dari sekadar cuma apa yang dilakukan, tetapi tidak adanya kesetujuan antara dua belah pihak,” ujarnya.
“Yang satu kayak memaksakan, yang satu kayak sudah enggan, kesannya kayak di-pressure, dipaksa untuk melakukan itu,” ujarnya.
Psikiater di Eka Hospital Bekasi ini menambahkan bahwa fetish umumnya tidak menjadi masalah, asalkan tidak merugikan orang lain.
“Dari cerita-cerita yang lainnya, yang mendapatkan perilaku yang sama, mereka itu kayak dipaksa, padahal mereka enggak mau. Itulah yang bisa dibilang enggak sehatnya,” kata Andreas.
Sedangkan dalam kasus Gilang ini, apa yang ia lakukan jelas sudah merugikan orang lain yang ia jadikan sebagai subyek fetish tanpa persetujuan.
“Kalau dalam istilah kesehatan mental ya, dia tidak menimbulkan penderitaan dan tidak menimbulkan gangguan fungsi,” katanya.
Menurut dia, kasus ini masih sulit disebut sebagai pelecehan.
“Ini kalau mau masuk ke pelecehan susah juga ya, masuknya tersirat, tidak tertulis. Jadi kalau dilihat lho, mana pelecehan seksualnya, tidak ada, karena itu hanya di pikiran,” ujarnya. (*) Dinda Stylo
Artikel ini telah tayang di Kompas com dengan judul "Normalkah Fetish Terhadap Kain Jari?" Penulis: Dian Reinis Kumampung