Biaya Tes Virus Corona Terlalu Mahal, Seorang Ibu Harus Kehilangan Anak dalam Kandungan Lantaran Tak Punya Uang

By Stylo Indonesia, Jumat, 19 Juni 2020 | 13:24 WIB
Biaya Tes Virus Corona Terlalu Mahal, Seorang Ibu Harus Kehilangan Anak dalam Kandungan Lantaran Tak Punya Uang (www.freepik.com)

Kedua, jika anggaran negara terbatas, pemerintah harus mengeluarkan aturan khusus yang mengatur pelaksanaan tes Covid-19, baik untuk rumah sakit swasta maupun pemerintah.

"Karena hingga sekarang tidak ada aturan khusus tentang ini. Pemerintah harus turun tangan menetapkan harga standar yang terjangkau."

"Lihat sekarang rapid test itu sekitar Rp 500.000 dan PCR sampai Rp 2 juta. Itu sangat mahal. Ditambah lagi masa berlaku rapid test hanya tiga hari dan swab test hanya tujuh hari. Artinya, tes menjadi kewajiban untuk kondisi tertentu," katanya.

Di Jakarta, harga tes virus corona bervariasi.

Untuk rapid test berkisar dari Rp 300.000 hingga Rp 500.000, sedangkan untuk swab test berkisar dari Rp 1,5 juta hingga Rp 5 juta, tergantung dari seberapa lengkap pengecekan yang ingin diperiksa.

"Kami harus beli alat tes, reagen, dan bayar tenaga medis"

Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) membantah bahwa rumah sakit swasta melakukan "aji untung" dalam biaya tes rapid dan swab.

Ketua Umum ARSSI, Susi Setiawaty, menjelaskan bahwa tudingan "mahalnya" tes virus corona disebabkan oleh beberapa hal.

Baca Juga: Ingin Tetap Sehat Saat Pandemi, yuk Konsumsi 3 Makanan Berikut yang Ampuh Cegah Penyakit!

Pertama, pihak rumah sakit harus membeli sendiri alat dan perlengkapan tes.

Kedua, biaya untuk membayar tenaga kesehatan yang terlibat dalam tes tersebut, dari dokter, petugas laboratorium, hingga petugas medis yang membaca hasil tes tersebut.

"Harga list alatnya yang bisa dibeli ada di BNPB, bisa dilihat harganya. Ada cost membeli alat dan perlengkapannya, lalu tenaga kesehatan yang mengambil tes, tenaga lab, lalu biaya dokter. Masa tenaga kesehatannya tidak dibayar? Lalu ditambah pemeriksaan rontgen. Jadi price-nya berbeda-beda," kata Susi.

"Kecuali kalau dikasih semua [alatnya], monggo kalau kita dikasih enak banget."

"Tapi masalahnya kan itu tidak mungkin, bisa bangkrut pemerintah. Jadi swasta dan pemerintah saling membantu," katanya.

Bahkan kata Susi, saat ini terdapat rumah sakit swasta yang menangani pasien virus corona namun belum mendapatkan bayaran dari pemerintah.

"Katanya RS mau cari untung, apanya yang mau cari untung? Masih banyak yang tidak bisa dibayar juga, banyak yang tidak bisa diklaim," katanya.