Stylo Indonesia - Tak sedikit orang yang menganggap Candi Borobudur hanyalah sekedar batu mati.
Serta belum ada yang berusaha untuk mengeksplorasi lebih kekayaan warisan budaya yang terdapat pada candi Borobudur.
Padahal, candi Borobudur sendiri merupakan bukti pencapaian peradaban nenek moyang kita 13 abad silam.
Selain sebagai situs dengan arsitektur yang megah, candi ini adalah lumbung pengetahuan dan budaya yang dapat terus kita gali dan manfaatkan.
Inilah latar belakang yang membuat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI bekerja sama dengan Yayasan Padma Sada Svargantara dan Kompas Group sebagai media partner terdorong untuk menghidupkan kembali kekayaan warisan budaya dengan menyelenggarakan Konferensi Internasional Sound of Borobudur dengan tema “Music Over Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik.”
Rencananya Konferensi Internasional “Sound of Borobudur: Music over Nations” akan digelar pada 24–25 Juni mendatang.
Tujuan Konferensi Internasional “Sound of Borobudur: Music over Nations” ini tentunya merupakan upaya merumuskan pemanfaatan nilai-nilai warisan Borobudur untuk menghidupkan kembali kekayaan budaya dan persaudaraan lintas bangsa.
“Borobudur kita metaforakan sebagai pertama lumbung pengetahuan. Ada begitu banyak pengetahuan yang bisa digali dari relief-reliefnya. Kedua, Borobudur juga adalah lumbung budaya untuk seluruh komunitas yang ada di sekitar Borobudur,” ujar Melani Budianta, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia pada peluncuran konferensi internasional “Sound of Borobudur: Music over Nations”, Senin (7/6) .
Terkait dengan warisan yang luar biasa tersebut, sejak lima tahun belakangan, Yayasan Padma Sada Svargantara menginisiasi Sound of Borobudur Movement untuk meneliti, mengeksplorasi, dan menghadirkan kembali alat-alat musik yang tergambar pada relief Borobudur dalam wujud fisik serta membunyikannya kembali dalam bentuk orkestrasi.
Pada relief Candi Borobudur, terpahat lebih dari 200 alat musik yang terdapat pada 44 panel.
Menariknya, ditemukan kemiripan antara alat-alat musik pada relief Borobudur dengan sejumlah alat musik di 34 provinsi di Indonesia dan di puluhan negara lain.
Penemuan ini mendorong kita pada kesimpulan, relief Borobudur menunjukkan keragaman dan kekayaan alat musik yang menyiratkan adanya jejaring budaya yang luas cakupannya, baik secara lokal maupun global.
Terkait konferensi yang akan digelar 24 Juni mendatang, Pengampu Utama Yayasan Padma Sada Svargantara sekaligus Programer Sound of Borobudur Purwa Tjaraka mengatakan, “Sudah saatnya fakta peradaban tentang Borobudur ini diperkenalkan sebagai aset bangsa yang bukan hanya membanggakan sebagai klaim, tetapi juga menyiratkan dan memberi pelajaran bahwa bangsa ini dulu berkumpul, bersatu, bermain musik bersama, dan dipastikan punya rasa toleransi antarsuku dan antaragama.”
“Sebagaimana kita ketahui, Candi Borobudur adalah sumber pengetahuan, yang salah satunya adalah musik. Musik punya kekuatan untuk menggaungkan nilai-nilai kepada dunia sebagai salah satu diplomasi budaya kita. Dengan musik pula, kita mendorong pariwisata berbasis budaya sebagai upaya melestarikan warisan-warisan budaya yang berkelanjutan,” tutur Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Baparekraf Rizki Handayani Mustafa.
Dalam konferensi ini akan digelar seminar dan diskusi yang menghadirkan pembicara ahli dari kalangan akademisi maupun praktisi yang menguasai bidang ekonomi kreatif, kepariwisataan, kesenian, dan kebudayaan.
Trie Utami, penyanyi dan musisi yang aktif terlibat dalam kegiatan Sound of Borobudur, mengatakan, “Dalam konferensi internasional ini akan dibahas bagaimana Sound of Borobudur, dalam hal ini musik-musiknya, menjadi lumbung lintas bangsa. Bagaimana musik dan alat-alat musik yang terpahat di Borobudur dapat merepresentasikan gagasan bahwa musik, dalam posisi strategis, dapat difungsikan sebagai alat pemersatu dan alat diplomasi budaya antarbangsa.”
Konferensi internasional Borobudur merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan konferensi internasional lima destinasi super prioritas yang akan diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sepanjang Juni–November 2021.
Kegiatan semacam ini akan diadakan pula di empat destinasi super prioritas yang lain, yaitu Danau Toba, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.
Hal ini diharapkan akan dapat menggali potensi pengembangan destinasi-destinasi tersebut sebagai daya tarik wisata dan budaya berkelas dunia. (*)
KOMENTAR