Ahli parfum Serge Lutens, yang tergoda oleh aroma pasar yang dipenuhi dengan tuberose, vanilla, dan chypre, telah tinggal di sini sejak tahun 70-an, menciptakan parfum legendaris Féminité du Bois hingga Ambre Sultan.
Budaya dan kesenian Afrika Utara, berpadu dengan keanggunan Eropa, menjadikan Marrakesh sebagai ibukota mode yang kontras dan unik.
Semakin hari, kota Marrakesh menjadi semakin dinamis dari sebelumnya. Ekspatriat kreatif bergabung dengan generasi muda Marrakesh, membuka galeri, butik, hotel, dan acara baru.
Tujuan Belanja di Marrakesh
Tidak mengherankan jika tujuan berbelanja di Marrakesh cukup spektakuler.
Supermodel Kate Moss adalah penggemar Ministero del Gusto, sebuah emporium furnitur terinspirasi gaya Afrika yang dijalankan oleh mantan editor Vogue Italia Alessandra Lippini.
Baca Juga: Intip Serunya Kegiatan Influencer Indonesia Saat Berbelanja di Maroko
Dikirim ke Maroko untuk mengawasi produksi brand dari Kenzo hingga Lacroix, pada tahun 2015, Ludovic Petit memulai debutnya Lup 31 untuk memamerkan desainnya sendiri di Afrika Utara.
Isabelle Topolina, pembuat pola couture dari Normandy, menyediakan trio toko eponim dengan pakaiannya yang cerah.
Laetitia Trouillet dari Marseille memulai kariernya sebagai pembelanja pribadi untuk Sarah Jessica Parker dan Gwyneth Paltrow dan sekarang menjalankan butik asesorisnya sendiri, Lalla.
Christian Louboutin secara spesial merancang sandal kulit bergaya khas Maroko atau babouches untuk Royal Mansour Hotel di Marrakesh.
Nah, itu dia Stylovers modisnya Kota Marrakesh yang menjadi kota mode tersembunyi di Afrika. Menarik, bukan? (*)
KOMENTAR