"Jadi inti negara yang menerapkan herd immunity atau tidak itu terlihat pada kemauan dan kemampuannya," papar dia.
Ia menyampaikan, ada negara maju seperti Inggris atau Swedia yang mempunyai kemampuan, tapi terlihat tidak ada kemauan untuk melakukan strategi utama pandemi, dan cenderung ke herd immunity.
Sementara negara seperti Indonesia, masih mempunyai kemauan untuk melakukan strategi testing, tracing, dan isolasi.
Tapi, ada tantangan dalam kemampuan melaksanakannya.
Tantangan kemampuan tersebut seperti kapasitas laboratorium, SDM, penyusunan strategi komprehensip, dana, dan lainnya.
Dampak Herd Immunity
Dicky menegaskan, strategi herd immunity dalam pandemi Covid-19 akan menimbulkan tidak hanya kematian dan kesakitan yang berjumlah jutaan, namun jga tidak dijamin akan berhenti.
Hal ini dikarenakan potensi kekebalan yang timbul setelah penderita Covid-19 pulih masih belum dapat dipastikan akan bertahan berapa lama.
"Potensi kematian jika strategi herd immunit dipilih (di Indonesia) bisa hingga 2 juta jiwa," ujar Dicky.
Baca Juga: Gawat! BNPB Sebut Jumlah Pasien Positif Corona Akan Malonjak Pekan Depan, Ini Penyebabnya!
Ini belum dihitung angka yang harus dirawat di rumah sakit dan orang sakit yang sembuh tapi menyisakan penyakit-penyakit lain.
"Ingat pasien Covid-19 yang pulih punya potensi terganggunya fungsi beberapa organ," pungkasnya. (*) Dinda Stylo
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ingatkan Bahaya Herd Immunity, WHO: Manusia Bukan Kawanan Ternak"
Penulis: Mela Arnani
StopBeautyShaming merupakan kampanye gerakan nyata dari Stylo Indonesia.
Stylo Indonesia adalah platform media & komunitas organik terlengkap mengenai dunia lifestyle, fashion dan beauty bagi dan seluruh perempuan Indonesia.
Tika Gilang, Geluti Dunia Marketing dan Branding Hingga Jadi Kandidat PhD Lancaster University
KOMENTAR