Pada akhirnya, pakaian dan produk fashion lainnya seolah menjadi barang berusia pendek yang akan tergantikan dalam jangka waktu pendek.
Kegiatan produksi dan konsumsi yang tinggi di dunia industri fashion itu sendiri tentunya mengorbankan banyak hal; tenaga, biaya, dan menciptakan banyak limbah.
Dilansir dari Who What Wear, fashion adalah industri yang paling banyak menghasilkan polusi nomor tiga di dunia, setelah minyak dan agrikultur.
Industri fashion harus mengakui bahwa tangan mereka tidak bersih dari dosa ini.
Konsep sustainable fashion lahir sebagai gagasan bentuk tanggung jawab industri mode terhadap dampak yang mereka buat.
Diajeng Lestari selaku CEO dan Founder Hijup yang ditemui Stylo Indonesia di acara launching Hijup Infreenity, Rabu (11/12/2019), di Lalla Cafe, Jakarta sempat menjelaskan soal masalah ini.
"Sustainable fashion adalah sebuah langkah untuk mengurangi limbah fashion yang kini jadi salah satu penyumbang terbanyak dan dapat merusak bumi,”
“Langkah kecil dari sustainable fashion adalah dengan memilih beberapa produk fashion yang menggunakan bahan dasar ramah lingkungan dan mudah terurai," jelasnya.
Tren fast fashion yang melibatkan banyak pekerja dalam proses produksinya pun sempat menimbulkan sejumlah masalah mengenai kesejahteraan pekerja mereka.
Hal serupa disampaikan oleh Andini Miranda, perwakilan dari Zero Waste Indonesia yang menjelaskan bahwa sustainable fashion bukan hanya memperhatikan soal busananya melainkan juga penggiat fashion yang ada di balik proses pembuatan busana tersebut.
"Sekarang ini sedang tren fast fashion yang hanya memikirkan jumlah produksi pakaian, tapi tidak mementingkan para pekerja fashion yang kesejahteraannya belum tentu terjamin dan hal ini bisa kita lihat banyaknya mereka yang tidak digaji dengan baik sementara keinginan pasar terus meningkat," katanya.