Stylo Indonesia – (Ichwan Thoha/Editor: Ridho Nugroho) Stylovers, Tahukah kamu bahwa sekarang ini Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan ternyata juga mengimbas pada industri fashion?
Beberapa fashion desainer mulai melirik AI dalam pembuatan koleksi busana mereka. Tidak hanya dirasa memudahkan dalam menemukan inspirasi dalam rancangan bagi sebagian kecil pekerja kreatif, kecerdasan buatan atau AI juga dianggap mampu memangkas waktu persiapan produksi. Lalu, bagaimana teknisnya? Apakah AI justru mematikan kreativitas?
Jauh sebelum kita beradu pendapat mengenai pertanyaan di atas, ada baiknya kita menelaah kembali mengenai asal muasal AI kini hadir di tengah-tengah kita, yakni dari kemunculan new media atau media baru yang kini menjadi bagian terpenting dari sejarah perkembangan manusia peradaban modern.
New Media atau internet merupakan produksi bungsu. Vivian (2008:262) mengatakan internet baru muncul sebagai bagian dari media massa pada pertengahan 1990-an. Hanya beberapa tahun sebelum abad millenium, internet hadir sebagai pelengkap media massa yang eksis lebih dahulu seperti surat kabar, radio dan televisi. Tidak salah jika internet kemudian lebih populer dengan sebutan new media atau media baru sebelum istilah-istilah lain muncul seperti media siber, media digital, media jejaring, media maya datau media virtual.
Salah satu bentuk internet adalah AI atau Artificial Intelligence, dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kecerdasan buatan. Demikian menurut Das’as Latif dalam bukunya ‘Media Sosial, Suatu Alternatif’, pada tahun 2022.
Ichwan Thoha yang merupakan fashion desainer, akademisi dan penulis melaporkan berbagai perspektif kepada Stylo Indonesia bahwa kecerdasan buatan atau AI bagian dari internet mengimbas pada industri fashion. Termasuk dalam hal pembuatan koleksi.
Sebelum ada AI, untuk membuat koleksi, seorang fashion desainer harus membuat konsep, meriset juga mencari banyak inspirasi atau rujukan yang dikemas dalam sebuah mood board. Dalam sebuah mood board, tidak hanya referensi atau inspirasi konsep, ada color scheme, juga potongan-potongan bahan atau yang disebut fabric swatches.
Baca Juga: Tren Kecantikan 2024 Berbasis AI yang Mempermudah Pelanggan Belanja
Semua itu mempermudah seorang fashion desainer dalam mem-breakdown puluhan bahkan ratusan sketsa fashion. Setelah itu, sketsa-sketsa fashion diseleksi dan yang terpilih, dibuat dalam desain-desain yang saling terintergrasi satu sama lain atau yang disebut dengan looks. Looks bisa belasan, puluhan bahkan ratusan. Ambilah 30 looks. Ke-30 looks adalah eksekusi terakhir yang akan diproduksi dalam bentuk potongan-potongan baju.
Proses kreativitas seorang fashion desainer dari membuat konsep, mood board, sketsa dan desain, termasuk memilih bahan dan lainnya, sebelum ada AI, semuanya dilakukan secara manual.
Sudah tentu, sebagai salah satu industri kreatif, fashion terus berkembang dan adaptif terhadap new media. Seperti juga seni-seni lain seperti desaih grafis, produk, interior, arsitektur, adaptasi ini seni fashion adalah bentuk eksistensi dan fleksibiltas terhadap new media atau internet. Selain itu, dibutuhkan kecepatan juga punctuality dan efisiensi kerja, yang semua itu hanya akan diakomodasi dengan internet.
Antara Realita dan Imajiner, Bagaimana Kosmetik Membentuk Standar Kecantikan pada Perempuan?
KOMENTAR