Dr Sheeba KM, Profesor ekologi gender dan studi Dalit (studi kesukuan, agama minoritas, wanita dari kelompok yang dikecualikan) di Shri Shankaracharya Sanskrit Universitas Vishwavidyalaya di negara bagian Kerala, India menguak tujuan adanya pajak ini.
"Tujuan dari pajak dada adalah untuk mempertahankan struktur kelas, bukan yang lain."
"Pakaian dipandang sebagai tanda kekayaan dan kemakmuran, sedangkan orang miskin dan orang dari kasta rendah tidak boleh menikmatinya," katanya.
Melansir Tribun Batam, dalam bukunya, "Native Life in Travancore" penulis Samuel Meeter mengatakan, hampir 110 daftar pajak tambahan diberlakukan.
Terkait tujuannya yaitu hanya untuk memastikan orang kelas bawah selalu berada di masyarakat kelas bawah.
Sedangkan masyarakat kelas lain tak dibebani pajak agar dapat berkembang.
Pajak Payudara, menurut Samuel Meeter merupakan pajak terburuk yang pernah ada di India.
Pajak Payudara juga menyebabkan ketidakpuasan dalam masyarakat India sampai memuncak tahun 1859.
Kala itu ada dua wanita kelas rendah yang ditelanjangi pejabat Travancore lantaran mengenakan pakaian.
Lalu dua wanita itu digantung di pohon di depan semua orang.
Tujuannya sebagai peringatan dan pelajaran bagi mereka yang berani melawan aturan ini.
Pada akhirnya ada seorang wanita pemberani yang mengakhiri ketidakadilan ini, ia bernama Nangeli.
Nona Nangeli dari kelas Ezhava di Kerala adalah salah satu korban pajak mengerikan ini, dia mendatangi petugas bukan untuk membayar pajak.
Akan tetapi ia memotong payudaranya menggunakan sabit di hadapan petugas.
Kemudian ia memberikan payudaranya ke pohon pisang dan menyerahkan ke petugas pajak.
Karena kehilangan banyak darah Nageli meninggal, kematian itu memicu pemberontakan besar-besaran, ditambah tekanan dari gubernur Madras memaksa wanita mengenakan pakaiannya tahun 1924.
Tindakan Nageli membuahkan hasil, dia dikenang sebagai "Mulachiparambu" yang artinya negeri wanita berpayudara. (Stylo Indonesia)
(*)
Artikel ini sudah tayang di GridPop dengan judul Edan! Makin Besar Payudara Makin Tinggi Tarif yang Harus Dibayar, Negara Ini Tetapkan Kebijakan Nyeleneh
Penulis: Ekawati Tyas
KOMENTAR