Namun, lanjut Judha, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di ibu kota Kuala Lumpur menemukan beberapa bukti yang menunjukkan Malaysia masih menerapkan “Maid Online,” sistem perekrutan lewat internet yang tidak ada dalam nota kesepahaman antara kedua negara.
Perekrutan secara online tersebut membuat pekerja migran Indonesia rentan dieksploitasi dan jelas melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran.
Ini dikarenakan sistem “Maid Online” itu membuat pekerja migran Indonesia masuk ke Malaysia tanpa melalui pelatihan, tidak memahami kontrak kerja, dan datang menggunakan visa turis yang kemudian diubah menjadi visa kerja.
Kementerian dan lembaga terkait sudah mengadakan rapat untuk menyikapi persoalan itu.
"Dan diputuskan untuk menghentikan sementara waktu penempatan PMI (pekerja migran Indonesia) ke Malaysia hingga terdapat klarifikasi dari Pemerintah Malaysia termasuk komitmen untuk menghentikan mekanisme sistem Maid Online untuk penempatan PMI sektor domestik ke Malaysia," kata Judha.
Tak sampai di situ saja, Judha menambahkan bahwa keputusan pemerintah sudah disampaikan secara resmi oleh KBRI di Kuala Lumpur.
Kementerian Sumber Manusia Malaysia pada hari Rabu (13/7/2022) telah menerbitkan pernyataan pers yang menyatakan akan segera membahas isu ini dengan Kementerian Dalam Negeri Malaysia, karena sistem “Maid Online” ini berada di bawah kementerian tersebut.
Judha mengatakan sejak penandatanganan nota kesepahaman 1 April lalu, proses penempatan memang belum dilakukan.
Sejauh ini permintaan pekerja migran yang telah diterima lewat “Maid Online” mencapai 15.000-20.000, di mana sekitar 10.000 adalah permintaan dari sektor perkebunan dan manufaktur.
Melihat ketegangan yang terjadi antara Indonesia dengan negaranya, Perdana Menteri Malaysia langsung turun tangan.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Indonesia Belum Terkendali, WNI Resmi Dilarang Injak Tanah Malaysia Mulai Hari Ini!
KOMENTAR