Sekarang ada begitu banyak brand fast fashion untuk dipilih, baik di dalam toko retail maupun online, dengan dorongan e-Commerce sebagai industri terbesar di dunia saat ini.
Dengan pakaian yang begitu murah, orang bisa membeli pakaian baru setiap akhir pekan untuk keluar.
Hal ini telah menggerakkan orang ke kebiasaan untuk membeli sesuatu dan hanya memakainya sekali
Fast fashion bisa bermanfaat untuk seseorang yang tidak memiliki penghasilan besar seperti pelajar atau anak muda.
Industri ini membantu mereka untuk dapat menikmati sensasi berbelanja hal-hal baru kapanpun mereka mau dengan harga yang lebih terjangkau.
Kekurangan Industri Fast Fashion
Dengan permintaan yang tinggi untuk pakaian terbaru, artinya meningkat pula limbah dari industri ini.
Baca Juga: 5 Fashion Item yang Jadi Tren di Masa WFH, Sudah Punya Belum?
Ini artinya ada 100 miliar pakaian dibuang ke tempat pembuangan sampah setiap tahunnya akibat kebiasaan membeli baju baru yang terlalu masif.
Tempat-tempat seperti Timur Tengah dan Asia Selatan menjadi tempat produksi banyak brand-brand fast fashion besar yang telah dikenal sering mengeksploitasi pekerja.
Mereka harus bekerja dalam kondisi yang mengerikan demi menghasilkan produk dengan cepat kepada konsumen dalam skala massal.
Lebih dari 1.100 pekerja tewas dalam pabrik garmen yang runtuh di Bangladesh pada tahun 2014, yang pada akhirnya memaksa brand besar untuk lebih transparan tentang rantai pasokan mereka.
Pada awal 2018, brand desainer Burberry mengaku membakar lebih dari 30 juta Poundsterling sisa produk mereka alih-alih menjualnya dengan murah demi melindungi identitas brand.
Hal ini menimbulkan kontroversi di industri fashion dan benar-benar membuat orang berpikir tentang apa yang bisa kita lakukan untuk membuat industri ini lebih ramah lingkungan dan menghentikan budaya membuang ini.
Cerita Nadila Ernesta Mengalami Psoriasis, Penyakit Kulit Kronis! Bagaimana Penanganannya?
KOMENTAR