Fashion show ini merupakan rangkaian penutup dari trilogi koleksi Bramanta Wijaya sebelumnya, yakni iman, pengharapan dan kasih.
Bertajuk 'Tresno' yang berarti cinta dalam bahasa Jawa, koleksi ini dibuat Bramanta Wijaya untuk merayakan cinta ditengah dunia yang sedang bergejolak dengan benci dan amarah, dimana kasih sayang akan datang saat kita percaya akan harapan.
Salah satu cinta yang Bramanta Wijaya refleksikan dalam koleksi ini adalah kepada akar budaya, dimana terlihat lewat simbol-simbol dalam motif dan potongan baju.
Budaya Jawa dimana Bramanta Wijaya berasal, peranakan Cina dan Eropa, membaur menjadi satu menjadi garis besar desain koleksi ini.
Sentuhan kontemporer dalam potongan kain merekam jejak ketiga budaya bangsa Indonesia terlihat dalam motif Batik peranakan Cina dan Jawa, dihiasi potongan gaya Eropa dalam koleksi TRESNO ini.
Meski begitu, siluet koleksi TRESNO Bramanta Wijaya ini tetap mengusung konsep klasik dan tradisional sebagaimana koleksi Bramanta lainnya.
Terinspirasi oleh klan Manchu dari Dinasti Qing, klan ini merayakan kebebasan wanita dalam strata sosial dan tercermin ke dalam koleksi ini dalam siluet anggun jubah wanita bangsawan pada era itu.
Koleksi TRESNO by Bramanta Wijaya ini sendiri terdiri dari 24 dress gaun malam dan gaun pengantin.
Potongan badan yang melebar dituangkan menjadi gaun midi berpotongan trapeze. Jubah Manchu ini dibuat dengan 4 belahan yang diberi twist sedikit menjadi gaun panjang dihiasi detail kancing dan dipadu dengan celana panjang yang stylish.
Dominasi kerah Shanghai terlihat pada gaunnya. Bustier hadir sebagai sentuhan klasik nan elegan yang dipadu dengan bawahan kain sarung khas kebaya Encim.
Rok dengan potongan flare terlihat berganti dengan gaun cheongsam, dimana halnini adalah manifestasi dari era ekspresi kebebasan wanita China pada tahun 1930an menghiasi koleksi TRESNO by Bramanta Wijaya ini.
Teknik bordir dipergunakan Bramanta Wijaya menyuarakan ekspresi peranakan Cina dengan paduan budaya Eropa.
Hal ini terlihat pada kain linen yang dihiasi motif bunga krisan dan bunga khas Eropa lainnya.
Warna cerah dan buket bunga juga hadir menjadi perlambang budaya peranakan Cina, pun perlambang kasih.
"Beberapa mungkin melihat bahwa kain yang saya gunakan ini Batik, kenyataannya bukan. Dalam koleksi terbaru ini saya menggunakan teknik block stamp, memang mirip Batik Cap, tapi bukan," ujar Bramanta pada Chia Stylo.ID.
Adapula motif awan yang mengingatkan pada motif Batik Mega Mendung dan garis geometris menjadi representasi hasil perpaduan budaya di pesisir utara Jawa.
Dengan koleksi terbaru bertajuk TRESNO ini, Bramanta Wijaya berharap dapat menyatukan banyak keragaman, termasuk budaya. (*)
KOMENTAR