Kasus Pelecehan Seksual PBB: "Seolah-olah yang Diperkosa Bukan Manusia, Melainkan Anjing Betina"

By Layla Ekrep, Sabtu, 25 Juni 2022 | 19:00 WIB
Kasus Pelecehan Seksual PBB (freepik.com)

Stylo Indonesia - Baru saja masyarakat digemparkan dengan pemberitaan kasus pelecehan seksual PBB, New York, Amerika Serikat.

Sontak langsung menjadi sorotan, kasus pelecehan seksual PBB dipandang sebagai ironi dan kelalaian pihak PBB, terutama dalam penanganan hukum atas korban. 

Parahnya, pelaku kasus pelecehan seksual PBB yakni para staf senior dinilai memiliki kekebalan diplomatik, sehingga menjadikan berbagai penyelidikan kasus seolah jalan di tempat.

Dilansir dari BBC News Indonesia, korban perempuan kasus pelecehan seksual PBB yang telah melaporkan perlakuan yang mereka terima justru menjadi bulan-bulanan dan hidupnya semakin berantakan.

Mirisnya, saksi dan korban kasus pelecehan seksual PBB mengungkapkan fenomena tersebut terjadi di mana-mana dan setiap waktu selama jam kerja, termasuk di dalamnya kekerasan, pemaksaan, dan pemerkosaan.

Dikutip dari BBC News Indonesia, "Saya rasa PBB sudah menjadi tempat di mana para predator merasa aman," ucap Purma Sen, Koordinator Kekerasan Seksual PBB.

"Bekerja melakukan hal-hal baik di organisasi dengan reputasi baik menjadi tameng bagi para pelaku pelecehan karena mereka bebas dari pengawasan", tambahnya.

Hingga berita kasus pelecehan seksual PBB disebarluaskan ke publik, belum ada titik terang dalam penyelesaiannya meski telah terdapat bukti dari saksi dan korban.

Baca Juga: Kasus Pelecehan Seksual PBB: Investigasi Tersendat Lantaran Pelaku Kebal Diplomatik?

#Perlakuan Miris yang Diterima Korban

1. Djordina Sejour

Ketika usia 15 tahun, Djordina diperkosa oleh seorang prajurit PBB; kala itu saat periode berlangsungnya Misi stabilisasi PBB di Haiti (MINUSTAH).

Djordina yang berasal dari keluarga dengan ekonomi yang sulit pergi menuju pangkalan PBB karena saat itu dikabarkan tengah ada pembagian kue secara gratis oleh pasukan PBB.

Ia diperkosa dan disaksikan oleh anak-anak lainnya yang kemudian berusaha melaporkan kejadian tersebut.

Namun sayangnya, ketika bantuan datang, pelaku telah lebih dulu melarikan diri.

"Usaha dari otoritas PBB untuk penyelesaian masalah saya hanya sekedar formalitas. Mereka menemui saya, menanyai beberapa pertanyaan, dan menawarkan saya makanan," terang Djordina.

"Perlakuan mereka terhadap saya tidak manusiawi. Seolah-olah yang diperkosa bukan manusia, melainkan anjing betina," tambahnya.

Telah berlalu 15 tahun melaporkan kasus tersebut, masih belum ada respon yang pasti dari PBB terkait penyelesaian kasus tersebut. 

Baca Juga: Aurel Hermansyah Kena Pelecehan Seksual? Perkataan Mertua Aurel Bikin Komnas Perempuan Turut Berkomentar: Pemaksaan!

2. Martina Brostrom

Berkarier di PBB selama lebih dari 10 tahun, Martina sempat mengalami pelecehan seksual dari Luiz Loures, mantan Asisten Sekretasi Jenderal PBB, pada tahun 2015.

Keputusannya melaporkan hal tersebut malah jadi bumerang untuknya dan mendapatkan perlakuan yang lebih miris lagi.

Pada tahun 2019 Martina dipecat setelah tuduhan yang dilaporkannya disangkal oleh PBB.

Meski telah ada peninjauan, ketimpangan yang nyata, serta bukti yang kuat, hingga saat ini Martina belum mendapatkan keadilan yang seharusnya Ia dapatkan.

Lantas PBB kerap berdalih dan membela diri dengan statement yang ditujukan melindungi citra organisasi internasional tersebut.

Kasus pelecehan seksual PBB menujukkan bahwa tempat yang kita anggap paling aman sekalipun dapat menjadi tempat yang berbahaya di waktu bersamaan. (*)