Stylo Indonesia - Salah seorang pahlawan perempuan nusantara yang dikenal dengan keberaniannya melawan penjajah adalah Martha Christina Tiahahu.
Lahir di Maluku, 4 Januari 1800, Martha Christina Tiahahu merupakan seorang gadis dari Desa Abubu di Pulau Nusalaut yang terletak di Kepulauan Maluku.
Anak sulung dari Kapitan Paulus Tiahahu, tidak heran membuat Martha Christina Tiahahu mulai mengikuti jejak sang ayah melakukan perjuangan dan perlawanan terhadap Belanda di usia muda.
Martha Christina Tiahahu yang saat itu berusia 17 tahun ialah sosok perempuan yang pemberani dan kerap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran mengusir penjajah.
Pada usia yang sama, Martha menjadi salah satu pemimpin tentara rakyat Maluku dan sempat turun berperan dalam pertempuran melawan Belanda di Pulau Saparua, tepatnya di Desa Ouw, Ullath.
Martha tidak gentar mengangkat senjata, bahkan tidak ragu untuk menghadang serangan musuh meski usianya masih remaja.
Tidak hanya itu, sembari mendampingi sang ayah melakukan perlawanan, Martha memberi semangat kepada kaum perempuan dari Ulath dan Out untuk ikut mendampingi kaum pria di pertempuran.
Dari sekelebat cerita nan penuh keberanian, tidak heran perempuan perjuang yang berasal dari Maluku ini diberi julukan "Srikandi dari Tanah Maluku".
Baca Juga: Raden Adjeng Kartini: Sosok Pelopor Kebangkitan Perempuan Nusantara
#Cerita Inspiratif
Stigma yang menyatakan bahwa perempuan itu lemah, seketika dipatahkan oleh kisah perjuangan Martha Christina Tiahahu, yang pastinya juga mengandung nilai-nilai inspiratif.
Martha juga mengajarkan usia tidak menjadi batasan apabila berbicara tentang perjuangan mendapatkan kembali hak-hak yang telah dirampas.
Martha tidak dapat tinggal diam saat Belanda menjajah dan membuat rakyat Indonesia sengsara kala itu, hingga ia memutuskan untuk turut mengikuti jejak ayahnya melakukan perlawanan.
Hal baiknya adalah Martha juga tidak mendiskriminasi kehadiran laki-laki apalagi mengesampingkan peranan laki-laki.
Ia menyadari bahwa pencapaian tujuan dengan kesetaraan dan kerja sama kedua belah pihak yang adil dan saling mendukung akan lebih baik dibandingkan mengutamakan dominasi satu pihak saja.
Terbukti saat Ia memimpin pasukan perang wanita dan mengobarkan semangat juang pada pasukan agar terus ikut mendampingi pasukan laki-laki dalam perebutan wilayah Maluku dari penjajah.
Abdinya kepada sang ayah hingga akhir hayat juga patut untuk dicontoh dan jadi panutan oleh generasi muda.
Pada dasarnya perempuan juga berhak untuk berani memperjuangkan hal yang dipercayai dan hal yang ingin dicapai selama itu adalah hal yang benar. (*)