Penularannya Semakin Menggila, Simak Tips Terhindar dari Penularan Virus Corona Varian Baru

By Stylo Indonesia, Rabu, 23 Juni 2021 | 16:25 WIB
Virus Corona (www.freepik.com)

Stylo Indonesia - Pandemi virus Corona belum juga hilang di Indonesia.

Bahkan, kini ditemukan virus Corona varian baru dengan penularan yang lebih cepat.

Varian Delta ini disebut paling mudah menular dari setiap individu.

Baca Juga: Disebut Lebih Cepat Menular, Virus Corona Inggris Sudah Masuk Indonesia, Kenali Gejalanya!

Seperti yang dilansir Stylo Indonesia dari Kompas.com, Varian Delta atau dikenal juga dengan virus corona B.1.617.2 pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020.

Virus ini sudah masuk ke Indonesia dan menulari puluhan orang warga di beberapa daerah, seperti Kudus, Jawa Tengah (Jateng) dan Jakarta.

Ahli Patologi Klinik Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dr. Tonang Dwi Ardyanto, Sp.PK., Ph.D, menyampaikan kabar baik bahwa mutasi virus corona yang dianggap begitu “ganas” ini ternyata masih bisa dilawan dengan protokol kesehatan dan memperkuat upaya 3T (testing, tracing, dan treatment), ketika cakupan vaksin belum bisa berefek signifikan.

“Sampai saat ini cara penularan (varian Delta) belum berubah, tetap lewat mata, mulut, dan hidung,” jelas dia, Minggu (20/6/2021).

dr. Tonang menyatakan kita bisa belajar dari India dalam menghadapi ancaman Covid-19 varian baru.

Ahli yang juga menjadi Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 RS UNS Solo itu membebarkan data, pada 4 April 2021, ketika pertama kali jumlah kasus baru di India kembali menembus 100 ribu (setara dengan puncak 16 September 2020), jumlah testing PCR kembali digenjot lebih dari 1 juta PCR per hari (dari standar minimal 200 ribu per hari).

Angka positivitas saat itu kemudian mencapai 7,7 persen. Padahal sudah sempat menyentuh hanya 1,7 persen di awal Februari 2021.

Saat itu, vaksinasi baru mencakup 0,8 persen dosis lengkap dan 5,0 persen satu kali suntikan.

Baca Juga: Terkuak! Ahli Sebut Virus Corona Ternyata Bisa Mati dan Lenyap dengan Cara Ini

Sementara, angka effective reproductive number (Rt) mencapai 1,46. Angka ini meningkat dibandingkan pada awal Februari yang mencapai terendah pada 0,89.

Rt secara sederhana dapat dipahami sebagai angka penambahan kasus yang terjadi di lapangan setelah mendapatkan berbagai intervensi.

Dalam penanganan pandemi, semua harus berusaha menekan Rt sampai minimal kurang dari 1.

Kemudian ditekan lagi agar bisa semakin mendekati nol.

Kemudian yang dilakukan di India adalah lockdown sejak 15-30 April 2021, dan diperpanjang.

Kasus memuncak pada tanggal 6 Mei 2020 dengan 400.000 kasus per hari.

Jumlah PCR saat itu 1,7 juta PCR per hari dan angka positivitas 22,6 persen.

Baca Juga: Meski Pasien Sembuh dari Covid-19 Terus Meningkat, Ahli Justru Sebut Indonesia Masuki Fase Kritis Pandemi Corona, Ini Biang Keladinya!

Saat itu cakupan vaksinasi mencapai 2,3 persen lengkap dan 9,6persen satu kali suntikan. Rt ternyata sudah turun ke angka 1,06.

Maka kemudian kasus baru berangsur menurun. Tepat 1 bulan kemudian, tanggal 6 Juni 2021 kasus baru tercatat 100.000 kasus.

Artinya, udah turun tinggal seperempatnya dari puncak sebelumnya.

Jumlah PCR saat itu diketahui sampai 3,1 juta persen hari dan angka positivitas 4,1 persen.

Sedangkan cakupan vaksinasi saat itu mencapai 3,3 persen lengkap dan 13,4 persen satu kali suntikan, dan Rt mencapai 0,71 atau semakin menurun di bawah angka 1.

Saat ini, kasus baru dilaporkan sudah turun mencapai 60.000-an, walau rata-rata 7 harian masih di 80 ribuan.

Sedangkan cakupan vaksinasi mencapai 3,5 persen dosis lengkap dan 15,6 persen satu suntikan, dan Rt mencapai 0,67.

Angka ini sudah mengalami banyak penurunan, Rt sudah lebih rendah daripada awal Februari 2021.

Baca Juga: Amanda Manopo Terjebak Macet Kenakan Kalung Rp1,4 Miliar, Netizen Kejang: Harganya Bikin Sakit Corona!

Dengan Rt rendah ini, bila bisa dipertahankan, kata dr. Tonang, maka cepat mencapai kasus baru serendah 9.000-an seperti di awal Februari 2021.

Karena itu pula per tanggal 7 Juni 2021 kemarin, mulai ada pelonggaran.

Namun bila tidak hati-hati, pelonggaran itu juga bisa menyebabkan "rebond" kasus melonjak lagi.

dr. Tonang menyatakan, data-data yang dia ungkapkan itu bisa saja ada yang kurang akurat, tapi yang pasti ada benang merah yang bisa dipelajari.

Dia mengidentifikasi bahwa setidaknya ada lima faktorpenyebab lonjakan tinggi kasus Covid-19 terjadi di India pada Maret, April, dan Mei.

Apa saja itu?

Menurut dia, saat ini cakupan vaksinasi di sana tetap belum begitu signifikan.

Mutasi virus secara logika juga masih ada.

Jadi, mungkin bukan dua faktor itu yang dominan dan signifikan mengatasi lonjakan kasus di India.

Berarti faktor yang berhasil menekan lonjakan kasus adalah pengetatan lagi protokol kesehatan dan meminimalkan kerumunan melalui penerapan lockdown.

“Hal itu didukung dengan penguatan jumlah testing sangat berlipat dari standar minimal dan Identifikasi kasus cepat, diikuti tindak lanjutnya,” analisis dia.

Baca Juga: Indonesia Kebobolan! Kapal dari India Ketahuan Bersandar di Riau, Kapten dan Seluruh ABK-nya Positif Virus Corona, Satgas Riau Bergerak Lakukan Ini

Apa yang bisa dilakukan masyarakat dalam menghadapi ancaman Covid-19 varian baru?

dr. Tonang mengatakan, masyarakat harus selalu disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Karena protokol itu, maka kesempatan virus masuk ke tubuh manusia semakin kecil.

“Mau apapun mutasi virusnya, apapun variannya, yang penting adalah tidak masuk ke tubuh kita. Protokol kesehatan itu kunci utamanya. Hati-hati dan waspada,” tutur dia.

Semakin lengkap paket protokol kesehatan yang dilakukan, maka kian kecil pula peluang virus bisa masuk ke dalam tubuh manusia.

Apakah tetap perlu vaksinasi?

dr. Tonang menegaskan, masyarakat yang memenuhi persyaratan tentu tetap butuh vaksinasi karena tidak mungkin protokol kesehatan diberlakukan secara ketat dalam jangka lama.

“Maka perlu vaksinasi agar saatnya nanti kombinasi keduanya mampu menekan benar penyebaran virus,” jelas dia.

Setelah itu, protokol kesehatan dapat dilonggarkan.

Misalnya, cuci tangan tetap dilanjutkan, tapi masker bisa hanya dipakai pada kondisi berisiko dan kegiatan sosial bisa lebih nyaman dijalankan tanpa jarak terlalu lebar.

“Tapi itu nanti, masih perlu waktu, masih perlu bukti keseriusan kita. Tanpa itu semua, maka risiko ‘rebond’ selalu ada,” jelas dia. (*) Dinda Stylo

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tips Terhindar dari Penularan Virus Corona Varian Baru"Editor: Irawan Sapto Adhi