Stylo.ID - Indonesia kini masih harus berjuang menghadapi pandemi wabah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus corona covid-19.
Tercatat per hari Selasa (8/6/2020), telah terdapat 32.033 kasus positif corona, dengan penambahan 847 kasus baru.
Dari jumlah tersebut, terdapat 1.883 orang meninggal dunia dengan 10.904 pasien dinyatakan sembuh.
Meski begitu, ada beberapa kejadian penolakan rapid test massal, salah satunya adalah di Makassar.
Penolakan rapid test massal yang dilakukan warga di Kota Makassar kembali terjadi.
Baca Juga: Bikin Wali Kota Geram! 20 Pedagang Positif Corona, Pasar Perumnas Klender Justru Nekat Tetap Buka
Penolakan berawal saat warga Jalan Tinumbu, Kecamatan Bontoala, didatangi petugas medis dari Puskesmas Layang untuk dilakukan rapid test massal.
Warga kemudian mengusir tim medis serta memblokade jalan.
Meski situasi sempat memanas, aparat kepolisian berhasil meredam amarah warga.
Penolakan rapid test massa oleh warga ini terus berlanjut hingga, Selasa (9/6/2020).
Warga Jalan Lembo, Kecamatan Tallo menggelar aksi serupa.
Mereka memasang spanduk bertuliskan menolak rapid test massal dan memblokade pintu masuk permukiman penduduk menggunakan balok kayu.
Baca Juga: PSBB Surabaya Berakhir Meski Banyak Warga Masih Dirawat, Risma: Ini Justru Lebih Berat
Daeng Kulle, salah satu warga mengatakan, penolakan ini hasil kesepakatan bersama warga lainnya.
“Menolak rapid test, karena tidak sakit tapi dikatakan corona.
Jadi kesepakatan bersama warga untuk menolak rapid test,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Naisyah Azikin mengatakan, rapid test sudah selesai dilakukan pada pekan lalu.
“Kecamatan Bontoala dan Makassar yang melakukan penolakan rapid test itu tidak masuk pada lima kecamatan episentrum yang ditetapkan untuk dilakukan tracing kemudian rapid test,” ucap Naisyah.
Naisyah menjelaskan, rapid test tahap awal dilakukan pada lima kecamatan dan tahap kedua di enam kecamatan. Penetapan episentrum ini berdasarkan jumlah kasus positif yang tertinggi terjadi di wilayah itu.
“Tidak semua kelurahan atau RT/RW dilakukan rapid test.
Tetapi hanya pada titik-titik yang ditemukan ada kasus positif hasil konfirmasi laboratorium PCR.
Jika ada kasus positif, berarti di situ ada virus.
Kita melakukan rapid test mulai dari yang tinggal serumah, kemudian yang pernah berkontak, sehingga kita bisa mendeteksi secara dini,” katanya.
Ke depan, lanjut Naisyah, pihaknya akan terus memaksimalkan peran puskesmas setiap wilayah untuk mengedukasi masyarakat.
“Pemerintah juga secara rutin memberi informasi berupa edukasi ke masyarakat menggunakan ‘mobil halo-halo’ dua kali sehari.
Puskesmas diminta melibatkan Ketua RT/RW memberi pemahaman sehingga masyarakat menyadari pentingnya rapid test," tuturnya.