Stylo.ID - Pesona Tenun Ikat Dayak Iban dengan pewarna alami sukses menyita perhatian masyarakat luas.
Tak bisa dipungkiri, Tenun Ikat Dayak Iban jadi slaah satu kain nusantara yang cukup banyak diminati.
Dengan keindahan tenun serta pewarna alami yang dibuat, membuat desainer Yurita Puji membawa tenun ini melenggang di beberapa fashion show baik dalam negeri mapun luar negeri.
Fashion show tersebut adalah New York Fashion Show (NYFW) 2017, Jakarta Fashion Week (JFW) 2017, dan fashion show pada acara Perhutanan Sosial Nusantara (Pesona) 27 November 2019 di Gerdung Manggala Wanabakti.
Namun, sebelum sukses menyelenggarakan fashion show tersebut, tentunya para penenun perempuan Dayak Iban ini melalui proses yang cukup panjang.
Terlebih lagi dalam mempertahankan warna alami yang kerap digunakannya.
Tenun Ikat Dayak Iban merupakan salah satu identitas seni budaya Suku Dayak Iban yang masih tetap dipertahankan hingga sekarang.
Layaknya tenun pada di daerah lainnya, Tenun Ikat Dayak Iban sebagian besar ditenun oleh kaum perempuan Dayak Iban.
Penenun perempuan Dayak Iban percaya bahwa tenun memiliki nilai-nilai luhur yang diwariskan dan juga bernilai ekonomi tinggi.
Hal ini terwujud melalui motif yang mereka tenun yang menggambarkan kepercayaan dan penghormatan kepada kehidupan.
Tenun ikat Suku Dayak ada yang bermotif dasar naga, buaya, tanaman, manusia, sungai, atau perpaduan beberapa motif tersebut.
Dan mereka mengetahui bahwa nenek moyang mereka mewarnai benang, kain, dan produk kerajinan lainnya dengan menggunakan tanaman pewarna alami dari lingkungan rumah dan hutan.
Sayangnya, saat ini ketersediaan tanaman penghasil warna alami bagi penenun perempuan Dayak Iban semakin berkurang akibat ahli fungsi lahan dan masuknya industri benang sintetis.
Hal ini menyebabkan penenun perempuan Dayak Iban beralih dari praktek menenun dengan pewarna alami yang lebih ramah lingkungan menjadi menggunakan bahan pewarna sintetis yang berpotensial merusak kesehatan dan lingkungan.
Melihat hal tersebut, Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) bersama Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan Yayasan Kehati melangsungkan Kegiatan Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).
Baca Juga: Bergaya Etnik, Andien Tampil Eksotis Dalam Balutan Kain Tenun Khas Nusantara
Kegiatan tersebut berada di kawasan Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat yang berada di lima desa yaitu Desa Mensiau, Lanjak Deras, Labian, Sungai Abau, dan Manua Sadap.
Kegiatan Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) bertujuan agar kelompok perempuan penenun dapat melakukan konservasi tanaman HHBK sebagai bahan pewarna alami tenun ikat Dayak Iban untuk melestarikan dan menjamin keberlanjutan produksi tenun dengan bahan pewarna alami.
Adapun tanaman pewarna alam yang termasuk HHBK yang dimanfaatkan oleh Penenun Perempuan Dayak Iban menjadi pewarna alami tenun yang teridentifikasi oleh ASPPUK adalah tarum padi (Indigofera arrecta), tarum daun lebar (Indigofera Marsdeniatinctoria), Marek/Jangau (Symplocos Cerasifolia), Engkerebai (Psychotria Viridiflora), Mengkudu Kayu (Morinda Citrifolia) dan Jerenang (Daemonorops draco).
Hasil pewarna alami ini sukses membuat hasil Tenun Ikat Dayak Iban semakin terlihat Indah di mata dunia.
ASPPUK dan TFCA Kalimantan Yayasan Kehati juga membantu mempromosikan hasil karya tenun ikat kelompok penenun perempuan Dayak Iban dengan membuka peluang pasar baik lokal, nasional maupun internasional mendukung melalui pameran, workshop, dan fashion show.
Pasar menyambut sangat baik Tenun ikat yang ramah lingkungan hasil karya perempuan Dayak Iban.
Perempuan Dayak Iban berharap terjadi perubahan yakni peningkatan ekonomi bagi keluarga mereka. (*)