Parapuan.co - Bukan hanya terjadi di usia remaja atau dewasa, ternyata jerawat juga masih bisa muncul ketika memasuki fase menopause.
Akibat perubahan hormon yang terjadi di usia tersebut bisa memunculkan jerawat atau yang juga dikenal dengan sebutan menopausal acne.
"Perubahan hormon adalah salah satu penyebab terbesar munculnya jerawat, dan tidak ada perubahan hormon yang lebih besar dalam kehidupan perempuan selain menopause," kata Ife J. Rodney, MD, dermatolog dan founder Eternal Dermatology.
Perubahan hormon ini tidak hanya terjadi selama menopause, tapi juga selama perimenopause, seperti melansir PARAPUAN.
Perimenopause adalah masa transisi yang mengarah ke menopause, biasanya terjadi dua sampai delapan tahun sebelumnya.
"Karena rata-rata usia menopause adalah 51 tahun, tidak jarang perempuan di awal 40-an mengalami jerawat menopause (menopausal acne)," jelas Rodney.
Serupanya dengan jerawat hormonal lain, ciri khas dari jerawat menopause ini adalah benjolan atau kista yang dalam dan lunak, terutama di sekitar mulut, dagu, dan garis rahang.
Cara Mengatasi Menopausal Acne
Berbeda dengan mengatasi jerawat biasa, menurut para ahli mengatasi jerawat menopause butuh pendekatan 'inside out'.
Baca Juga: Ternyata Ini Masalah Kulit yang Bikin Neona dan Naura Ayu Insecure
"Perawatan yang paling efektif berfokus pada memperbaiki ketidakseimbangan hormon," kata Rodney.
Para dermatolog mengatakan bahwa biasanya spironolactone, obat oral yang pertama kali digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi, adalah salah satu yang paling sering digunakan.
"Ini langsung ke akar masalahnya, obat anti-androgen yang menghalangi reseptor androgen di kulit, membantu mencegah jerawat dan pertumbuhan rambut wajah berlebih," kata Jessie Cheung, MD, dermatolog dari Amerika Serikat.
Menurut Cheung, meski sering digunakan untuk mengobati jerawat dewasa untuk perempuan berusia 20-an dan 30-an, obat itu bahkan merupakan pilihan yang lebih baik pada populasi pasien yang lebih tua,
Kendati demikian, penting untuk diketahui bahwa spironolactone dapat menyebabkan cacat lahir pada perempuan hamil.
Pil kontrasepsi oral juga dapat membantu mengatur kadar hormon, tetapi ini hanya boleh digunakan jika diresepkan oleh dokter kandungan.
Pasalnya diingatkan oleh Rodney, karena ada potensi efek samping pada perempuan menopause.
Di sisi lain, meskipun hormone replacement therapy (HRT) sering digunakan untuk mengobati masalah lain yang terkait dengan menopause (seperti osteoporosis, hot flashes, dan kekeringan pada vagina), ini sebenarnya dapat memperburuk jerawat hormonal karena hormon sintetis progestin.
Banyak dari bahan-bahan anti-acne seperti benzoil peroksida dan retinoid dapat memainkan peran penting dalam memerangi jerawat menopause.
Baca Juga: Rekomendasi Toner Mengandung AHA/BHA untuk Atasi Jerawat di Sociolla
Dijelaskann Cheung, tetapi dengan satu peringatan penting, karena dapat memengaruhi penurunan estrogen sehingga membuat kulit lebih kering dan lebih reaktif.
Menurutnya juga, bahan lain seperti salicylic acid untuk mengatasi jerawat menopause justru bisa membuat kulit kering semakin parah.
Disarankan untuk mencari formula yang lembut, yang bisa membantu meminimalkan kemungkinan kulit menjadi semakin kering dan iritasi.
"Perubahan yang terjadi dengan turunnya estrogen sekitar masa menopause tidak dapat dihindari, tetapi jerawat hormonal tidak harus demikian," kata Rodney.
(*)