Stylo.ID - Musisi Anji kembali sukses membuat publik geger.
Kali ini, Anji menghebohkan publik karena unggahan video wawancara terbarunya.
Di video tersebut, Anji berbincang dengan Hadi Pranoto, seseorang yang mengaku sebagai profesor sekaligus Kepala Tim Riset Formula Antibodi Covid-19.
Baca Juga: Bisakah Nyamuk Tularkan Covid-19 Antar Manusia? Simak Penjelasan Ahli!
Cairan antibodi Covid-19 tersebut bahkan diklaim telah didistribusikan di Pulau Jawa, Bali, dan Kalimantan.
Hadi juga menyebutkan, cairan antibodi Covid-19 tersebut juga telah diberikan kepada ribuan pasien di Wisma Atlet, dengan lama penyembuhan 2-3 hari.
Lantas bagaimana tanggapan peneliti mikrobiologi atas klaim cairan antibodi tersebut?
Klaim yang meragukan
Seperti yang dilansir Stylo.ID dari Kompas.com, dosen dan peneliti di Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada dr Mohamad Saifudin Hakim menegaskan bahwa klaim Hadi Pranoto terkait temuan cairan antibodi Covid-19 tersebut meragukan.
Salah satu hal yang membuat ragu yakni klaim dari Hadi Pranoto bahwa dirinya sudah meneliti virus seperti H5N1, SARS pertama, dan MERS-CoV selama puluhan tahun.
Pasalnya, penelitian terkait virus tidak bisa dilakukan di sembarang tempat.
"Labnya (dia) itu di mana? Tidak bisa meneliti virus cuma di dapur, atau di bengkel. Tidak seperti itu. Orang meneliti virus kan harus di lab dengan tingkat keamanan yang sesuai, itu kalau dia mau patuh terhadap Undang-Undang. Tidak mungkin kita meneliti virus berbahaya, apalagi selevel SARS atau MERS yang itu adalah patogen," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (2/8/2020).
Ia menjelaskan, patogen diklasifikasikan menjadi empat grup berdasar level bahayanya.
SARS dan MERS tergolong dalam grup tiga, karena berpotensi menyebabkan penyakit sangat serius pada manusia.
"Padahal kalau menemukan antibodi itu klaim yang luar biasa. Penelitiannya sendiri harus dilakukan di laboratorium dengan tingkat proteksi keamanan tinggi, dan itu pun tidak banyak di Indonesia," kata Saifudin.
Bila memang produk yang ditemukan oleh Hadi adalah antibodi, Saifudin juga mempertanyakan proses produksinya, apakah sudah dilakukan sesuai dengan Good Manufacturing Practice (GMP).
Baca Juga: Wajib Tahu! Mulai Minggu Depan Penumpang KRL Wajib Pakai Baju Lengan Panjang, Ini Alasannya!
"Ini kan harus diteliti, bagaimana mungkin orang tiba-tiba mensintesis antibodi dan kemudian mengklaim sudah mendistribusikannya," kata Saifudin.
Menurutnya klaim temuan antibodi Covid-19 oleh Hadi Pranoto, kemungkinan besar adalah informasi palsu atau hoax.
Ia juga menyayangkan Anji yang mengunggah video tersebut tanpa melakukan cross-check terlebih dahulu.
Jangan mudah percaya
Saifudin menjelaskan, di masa pandemi virus corona saat ini segala informasi terkait virus SARS-CoV-2 ini beredar dengan luas di internet.
Masyarakat bisa dengan mudah mendapat informasi terkait, seperti obat dan vaksin Covid-19.
Didorong oleh keinginan untuk selamat, ditambah lagi penyebaran informasi yang sulit dikontrol, serta kian diperparah dengan beredarnya informasi yang menyesatkan, kehati-hatian mutlak dibutuhkan agar tidak dirugikan oleh informasi palsu.
"Masyarakat harus bersikap kritis. Artinya, informasi yang datang itu pertama kali harus disikapi skeptis. Tidak percaya sampai informasi itu terbukti valid," kata Saifudin.
Ia meminta masyarakat untuk tidak mudah percaya, apalagi kagum terhadap klaim temuan obat Covid-19 dan mengendurkan kewaspadaan mereka terhadap ancaman penyakit ini.
"Terutama bila informasi itu datang dari broadcast WA (WhatsApp), kemudian informasi yang tersebar melalui Facebook. Apalagi tidak mencantumkan sumber referensi apapun itu harus disikapi sebagai informasi yang tidak benar, sampai terbukti benar," kata dia.
Jika masyarakat menginginkan informasi yang benar terkait Covid-19, Saifudin menyarankan untuk mengakses laman resmi Kementerian Kesehatan.
Bisa juga dengan mengakses laman resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) atau Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (CDC).
"Semua ada di situ, termasuk progres perkembangan obat-obat anti Covid, atau vaksin anti Covid kan sudah ada," kata Saifudin.
Perlu publikasi ilmiah
Ia mengatakan proses penelitian untuk menemukan obat atau vaksin tidaklah mudah.
Sehingga, tidak sembarang orang bisa melakukan klaim.
"Bayangkan, misalnya saya meneliti di rumah. Kemudian saya tiba-tiba mengundang wartawan, konferensi pers 'Saya menemukan obat anti Covid', itu kan tidak fair namanya, hanya sebatas klaim," kata Saifudin.
Dari pengalamannya, setiap kali menemukan klaim semacam antibodi Covid-19 ini, Saifudin selalu mengeceknya di jurnal-jurnal ilmiah.
Hal ini ia lakukan untuk memastikan bahwa informasi yang ia terima sudah terpublikasi.
"Kalau misalkan belum ada publikasinya, bagaimana saya mau menanggapi? Wong saya tidak tahu metodenya bagaimana. Dia mengklaim anti Covid itu metode penelitiannya seperti apa," kata Saifudin.
"Klaim asal klaim itu banyak, yang jadi masalah adalah apakah klaimnya itu disertai dengan bukti penelitian yang memadai atau tidak? Jangan-jangan over claim?" imbuhnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh ahli biologi molekuler independen, Ahmad Utomo.
Menurutnya salah satu masalah mendasar di Indonesia terkait obat atau pengobatan sebuah penyakit adalah klaim.
"Obat itu highly regulated, makanya kita punya Badan POM supaya ada perlindungan kepada masyarakat yang mengonsumsinya," ujarnya sebagaimana diberitakan Kompas.com, Minggu (2/8/2020).
Ahmad pun mencoba menelaah terkait klaim Hadi yang juga telah memberikan cairan antibodi Covid-19 tersebut kepada ribuan pasien di Wisma Atlet.
"Wisma Atlet itu didesain bukan untuk pasien gejala berat, melainkan isolasi mendiri pasien gejala ringan sampai sedang. Mengapa tidak ditulis data klinisnya seperti apa. Tidak perlu sampai randomisasi,” imbuhnya. (*) Dinda Stylo
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ramai Soal Klaim Obat Covid-19 Hadi Pranoto, Ini Tanggapan Peneliti Mikrobiologi UGM" Penulis: Jawahir Gustav Rizal